Sabtu, 01 Oktober 2016

“Kisah Klasik Riana”



Lomba Penulisan Cerpen Umum


“Kisah Klasik Riana”


Oleh :
Misda Muriana


Riana dan dua sahabatnya sekarang sudah berada di gedung aula SMA Mulawarman Banjarmasin. Hari ini mereka di undang ke acara reuni akbar untuk seluruh angkatan.
            “Ri, aku sudah baca semua cerpenmu, wah keren banget! Malahan tanpa sadar aku menitikkan air mata” ucap Eno dengan semangat sambil memperlihatkan dua jempolnya.
            “Bentar lagi novel pertamanya bakal terbit!” celoteh Via sambil makan es krim favoritnya.
            “Beneran? Serius? Kapan?” semangat Eno yang tanpa sadar jadi perhatian semua orang.
            Riana dan Via pun langsung berdiri untuk menenangkan Eno tanpa dia sadari di tangannya sedang memegang sebuah garpu, terlihat seperti Eno akan melakukan sesuatu.
            “Beneran, Ri?” tanya Eno kembali dengan nada suara yang pelan sambil menundukkan wajahnya karena malu.
            Riana pun menganggukkan kepalanya.
            “Wah aku beneran baru tahu tentang berita ini, seharusnya aku orang pertama yang mengetahuinya!” kesal Eno sambil menancapkan garpunya tadi ke ayam goreng.
            Riana dan Via pun hanya tersenyum melihat tingkah Eno yang dari dulu sampai sekarang sikapnya tidak pernah berubah.
            “Jadi, perasaan kamu masih belum pernah berubah No? kamu masih kagum dengan sosok seorang perempuan yang bernama Riana Iskandar ini?” tanya Via penasaran.
            “Hu’um, belum pernah berubah!” jawab Eno mantap.
            “Terima kasih!” balas Riana sambil mengangkat gelas mengajak bersulang.

**********
           
Acara reuni akbar tersebut sangat sukses di gelar karena yang hadir mulai angkatan 80an sampai angkatan tahun 2015 kemarin, banyak para alumni yang membawa seluruh keluarga.
            Riana dan sahabatnya berjalan mengelilingi sekolah sambil bernostalgia mengingat cerita masa SMA, sekarang mereka sampai pada satu tempat yang bertuliskan ‘Perpustakaan’ senyuman terukir indah di wajah ketiga sahabat itu sangat tulus dan penuh makna. Di tempat itu mereka pertama kali bertemu, bukan untuk belajar tapi melihat majalah yang ada ramalan zodiaknya. Mereka dulu memang percaya dengan hal seperti itu tapi seiring bertambahnya usia, mulai berubah karena takut jadi orang syirik atau menyekutukan Tuhan.
            Lalu, tidak jauh dari tempat tersebut ada sebuah ruang musik yang sekarang ada tiga orang alumni yang berbeda angkatan sambil memegang mikrofon, gitar dan drum.
            “Wah sudah lama, ternyata tempat ini tidak terlalu banyak yang berubah” ucap Oren sambil duduk di kursi dekat drum.
            “Hu,um… sangat lama sekali!” jawab Angga sambil memetik senar gitar yang tergantung di dinding.
            “Di sinikan tempatnya, pertama kali kalian membentuk band indie?” tanya Ikhsan.
            “Benar meskipun sudah lama tapi, berasa baru kemarin kita sering begadang disini untuk membuat lagu. Iyakan Ga?” terang Oren sambil memegang stik drum kemudian mulai dia tabuhkan.
            Lamunan Riana, Via dan Eno tersadar saat mendengar bunyi tabuhan drum dari jauh.
            “Bukankah di seberang sana ruang musik?” tanya Riana menoleh ke belakang.
            “Iya sepertinya benar, ternyata tempatnya tidak berubah” balas Via ikutan menoleh.
            “Hhm… bukannya kamu dulu pernah jadi vokalis Ri, pas acara ultahnya sekolah?” ucap Eno mencoba mengingat.
            “Owh iya dulu, ternyata sudah sangat lama!” jawab Riana sambil membayangkan masa lalu.

**********

Angga, Oren dan Ikhsan mereka bertiga keluar dari ruang musik dengan penuh kebahagiaan dan disaat yang bersamaan Riana, Via dan Eno masuk ke ruang perpustakaan tanpa sengaja pandangan mata Angga sekilas melihat sosok wajah Riana yang dibalut dengan kerudung berwarna biru. Hatinya berdesir penasaran dengan perempuan itu?
           
Oren merangkul bahu Angga dan Ikhsan mengajak mereka untuk pergi dan di seberang sana Via menggandeng tangan Riana mengajak untuk masuk ke dalam perpustakaan, tanpa sengaja Riana menoleh ke belakang yang terlihat hanya punggung tiga orang laki-laki berjalan bersama.

**********
           
Riana dan sahabatnya sudah berada di luar sekolah, hampir semua alumni sudah pulang bersama teman-teman dan keluarga. Hari ini mereka bertiga memang sepakat saat datang dan pulang dari sekolah harus menggunakan angkutan kota, kata Eno biar nostalgia anak SMAnya lebih berasa. Maka sambil berjalan menuju halte sekolah, mereka bertiga benar-benar bercanda serta tertawa bersama sambil bercerita tentang masa sekolah dulu.
            Di atas atap halte sekolah ada sebuah layang-layang dengan perlahan Via melompat untuk menarik benang yang putus namun karena benangnya diterpa oleh angin, Eno pun dengan percaya diri menggantikan posisi Via dan dengan beberapa lompatan layang-layang itu sudah ada dalam genggamannya. Riana dan Via pun tanpa sadar bertepuk tangan, beruntung saat itu tidak ada orang yang melihat jadi mereka tidak akan disebut ‘masa kecil kurang bahagia’ karena malah sebaliknya masa kecil ketiga sahabat itu sangat bahagia.
            Di tangan Via sudah memegang layang-layang tersebut, dia memaksa Riana dan Eno untuk pulang berjalan kaki agar layang-layang itu nanti bisa dia terbangkan. Awalnya Riana dan Eno menyetujuinya tapi ketika melihat ekspresi Via yang sangat bahagia saat berjalan sambil memegang layang-layang yang perlahan ditiup angin. Riana dan Eno mulai malu karena pandangan mata orang-orang tertuju kepada mereka bertiga.
            Riana mengasih kode ke Eno untuk berjalan mendahului Via tapi malah Via berteriak dan mencoba untuk mengejar mereka berdua. Kejar-kejaranpun akhirnya terjadi, ketiga sahabat itu seperti anak kecil tapi tidak seperti anak kecil pada umumnya karena usia mereka makin bertambah lari jauhpun mereka sudah ngos-ngosan dan sekarang mereka duduk di sebuah kursi yang berdekatan dengan lapangan basket, tidak jauh dari sana ada sebuah cafe yang baru buka.
            “Ya ampun Via, bagaimana bisa seorang perempuan sangat suka dengan layang-layang!” keluh Eno sambil duduk menarik napasnya berulang kali.
            “Ingat kenangan masa kecil ya, Vi?” jelas Riana yang juga beberapa kali menarik napas sambil mengambil tissue dalam tasnya.
            “Jawaban dari Riana benar, ternyata cara pandang seorang penulis memang beda!” balas Via sambil mengikat benang layang-layang di kursi kemudian ikut mengambil tissue di tangan Riana untuk melap keringat diwajahnya. Ketiga sahabat itu tertawa bersama, bukankah bahagia itu sederhana.
            “Aku haus!” ucap Riana sambil berdiri kemudian menghadap kedua sahabatnya.
            “Sana No, pergi beli minuman!” suruh Via sambil mendorong bahu Eno.  
            “Aku juga haus, kamu saja yang beli Vi?” balas Eno yang masih melap wajahnya.
            “Kita pergi kesana saja!” saran Riana sambil membalikkan badannya dan menunjuk ke sebuah cafe yang berseberangan dengan tempat duduk.

**********

Cafe coffee cappuccino, tempat nongkrongnya kawula muda yang dilengkapi dengan fasilitas wifi serta terdengar alunan lagu The April berjudul teman seperjuangan yang jadi backsound.
            Angga, Oren dan Ikhsan sudah memesan tiga minuman dan sekarang mereka sedang duduk berdekatan dengan jendela yang menghadap langsung ke jalan. Kaca di cafe tersebut transparan jadi ketiga orang itu bisa dengan jelas melihat di luar cafe.
            “Angga, apa yang kamu lihat dari tadi senyam senyum sendiri?” tanya Oren baru duduk setelah mengambil pesanan.
            “Kebahagiaan!” jawab Angga singkat.
            Oren terkejut dengan jawaban Angga, pandangannyapun tertuju ke luar. Dia melihat dua orang perempuan berkerudung dan seorang laki-laki tertawa bersama.
“Apa yang sedang kalian lihat, sepertinya sangat menarik?” giliran Ikhsan yang bertanya setelah keluar dari toilet.
            “Kebahagiaan!” jawab Angga dan Oren bersamaan masih menatap ke luar cafe.
            “Si perempuan berkerudung biru!” ucap Ikhsan yang masih berdiri ikutan memandang ke arah luar.
            “Hah? Siapa?” tanya Angga dan Oren sambil menoleh bersamaan.
            “Hhm… perasaan perempuan berkerudung  biru itu pernah lihat sebelumnya, tapi dimana ya?” tebak Ikhsan sambil menaruh tangan di kepalanya untuk berpikir.
            “Kirain kenal!” jawab Angga dan Oren lagi sambil melanjutkan pandangan mereka.
            “Kira-kira apa yang mereka tertawakan ya?” tanya Angga tetap pada posisi dan pandangan mata ke luar.
            “Kenapa bisa ada seorang perempuan yang suka bermain dengan layang-layang?” Oren juga bertanya dengan posisi yang sama.
            Sedangkan Ikhsan hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menatap kedua wajah teman-temannya.
            “Sepertinya aku memang pernah melihat perempuan itu, tapi dimana ya?” tebak Ikhsan kembali sambil menggaruk kepalanya.
Oren pun langsung mengambil kue brownies kemudian menyumpal mulut Ikhsan supaya tidak banyak bicara.
“Perempuan itu? Tanganya menunjuk ke arah sini!” ucap Angga.
“Sepertinya ke arahmu, Ga?” balas Oren.
“Benarkah, benarkah itu aku!” jawab Angga tersenyum.
“Bukan! Yang perempuan itu maksud adalah cafe ini, dia menunjuk karena haus setelah tertawa!” komentar Ikhsan dengan wajah santai.
Angga dan Oren pun langsung mengambil minuman mereka sambil memperlihatkan wajah yang cuek.

**********

Saat menuju cafe, tepat di depan pintu handphone Riana berbunyi. Diapun menerima telponnya di luar dengan memperlihatkan berbagai ekspresi dan tanpa Riana sadari Angga sangat jelas bisa melihat wajahnya. Perempuan itu membuat hatinya berdesir kembali.
            “Telepon dari siapa, Ri?” tanya Via penasaran.
            “Owh, telepon dari mba Maya.”
            Riana bilang bahwa novelnya sebentar lagi akan terbit dan beredar di toko buku, sontak ke dua sahabatnya kegirangan dan minta traktir dengan senang hati Riana menerima permintaan mereka.
            “Riana! Kamu Riana kan, Riana Iskandar?” tanya Ikhsan yang sekarang sedang berdiri diantara mereka bertiga.
            “Ikh…san…!” jawab Riana dengan terbata.
            Angga dan Oren pun terkejut saat mendengar jawaban itu, bagaimana bisa perempuan itu kenal dengan Ikhsan?

**********

Sekarang ke-6 orang itu sedang duduk bersama, dipikiran mereka sekarang telah dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. Terutama Via dan Eno, bagaimana bisa Riana bisa kenal ke-3 orang yang ada dihadapan mereka.
            “Jadi, siapa dulu yang akan bertanya?” ucap Riana dengan santai.
            “Aku duluan!” kata Ikhsan semangat sambil mengangkat tangan. “Benarkan kamu Riana?” tanya Ikhsan yang diikuti dengan pandangan Angga dan Oren.
            “Benar, saya Riana Iskandar!”
            “Kamu tahukan siapa kami?” tanya Ikhsan kembali.
“Hhm, aku tahu!”
            “Siapa, Ri?” bisik Via penasaran.
            “Mereka adalah personil The April. Ikhsan, Angga dan Oren!” jelas Riana sambil melihat wajah mereka satu persatu dan ketiganyapun mengangguk dengan tersenyum.
            “Sekarang giliranku yang bertanya, apa kalian bertiga alumni dari SMA Mulawarman?”
            “Benar!” jawab ketiga personil TheApril itu serempak.
            “Wah, ternyata ini adalah takdir. Takdirku bisa bertemu kalian” semangat Via sambil mengambil kertas untuk minta tanda tangan.
            Riana hanya bisa tersenyum melihat tingkah sahabatnya dan tanpa sadar pandangan mata Riana dan Angga saling menatap lalu menunduk.
            “Cerpen kamu bagus Ri, kami tidak menyangka kamu membuatnya khusus untuk The April” ucap Oren.
            “Iya Ri, aku pikir itu semua nyata ternyata hanya cerita fiksi. Iyakan bang Angga!” terang Ikhsan sambil memandang Riana kemudian ke Angga.
            Angga pun mengangguk tersenyum sambil menyedot minumannya.
            “Sebentar lagi novelnya juga akan terbit!” celoteh Via.
            “Beneran Ri, ceritanya tentang apa? apa mungkin tentang The April lagi?” tanya Ikhsan penasaran.
            “Rahasia!” jawab Riana singkat sambil menyedot minumannya.
            Ketiga personil itupun terduduk lemas saat mendengarnya. Via juga memberikan pernyataan kalau mereka mau tahu ceritanya lebih lengkap harus beli novelnya apalagi kedua sahabatnya juga belum pernah baca, namun yang Via tahu cerita karakter dalam novel Riana tentang seorang mahasiswa dari Kedokteran, Pertanian dan Arsitektur.
            “Arsitektur? Bukannya bang Angga lulusan Arsitek?” jawab Ikhsan spontan.
            “Riana juga lulusan Pertanian?” balas Via.
            Sontak mereka semua memandang ke arah Angga kemudian menoleh pada Riana secara bersamaan. Riana dan Angga pun hanya menyentingkan bahu sambil duduk tenang menyedot minuman.
            “Wah, ini sungguh mencurigakan!” selidik Via.
            “Sangat-sangat mencurigakan!” tambah Ikhsan sambil menyilangkan kedua tangannya dan menatap wajah Angga yang tanpa ekspresi.

**********

Sesampai di rumah, Angga langsung membuka laptopnya yang searching ke media social. Angga melihat di inbox facebook dan twitter banyak sekali pesan yang masuk dari Riana. Pesan itu sudah dua tahun yang lalu dan selama itu pula tidak ada satupun pesan yang Angga balas, makanya Angga tidak heran kenapa ekspresi wajah Riana tiba-tiba berubah.
            “Aku sudah mengecewakannya!” kata Angga.
            Berulang kali Angga mencoba untuk mengetik kata maaf agar bisa dikirim ke Riana tapi niat itu selalu dia urungkan karena pasti tidak akan semudah itu Riana memaafkannya.
            Begitupun dengan Riana yang juga menatap layar laptopnya dan membaca semua inbox yang pernah dia kirimkan. Beberapa pikiran campur aduk di otak Riana, apa yang harus dia lakukan dengan pesan-pesan itu? Isi pesan itu bukan hal yang formal. Riana hanya ingin bertanya tentang Arsitektur, fakultas yang pernah dijalani Angga saat masih kuliah dan Riana pun bilang perlu pemateri yang bagus untuk bahan tulisan novelnya. Setelah berapa menit kemudian semua pesan-pesan itu sudah Riana hapus dan tanpa dia ketahui Angga terkejut melihatnya.

**********

1 minggu kemudian di cafe yang sama, Angga duduk sambil membuka laptopnya dilengkapi earphone yang terpasang dikedua telinganya kemudian pandangannya mengarah ke luar cafe.
“Riana!” ucap Angga lirih.
Pandangan mata Angga belum berhenti memperhatikan Riana yang selalu tersenyum sampai masuk ke dalam cafe. Riana bertemu dengan seorang perempuan paruh baya yang menunggunya duduk di kursi panjang yang sama seperti minggu lalu.
Assalamu’alaikum, maaf mba. Riana datang terlambat” sapa Riana sambil menjabat tangan.
Perempuan paruh baya itu adalah mba Maya, manager yang menerbitkan novel Riana. Dia menyerahkan lima buah buku novel yang sudah terbit di atas meja kemudian mengeluarkan sebuah amplop yang berisi beberapa lembar kertas yang harus Riana tanda tangani. Mba Maya mengatakan kalau novel itu hadiah dari penerbit, minggu depan rilis novelnya akan di adakan di salah satu toko buku yang ada di Banjarmasin.
“Oya, Ri. Cerpenmu tentang band The April, apa kamu beneran tidak ada niatan untuk di terbitkan?” tanya mba Maya meyakinkan.
“Hhm, belum tahu mba. Cerpen itu sepenuhnya bukan tanggung jawab saya karena saya menggunakan nama mereka, jadi saya harus minta izin terlebih dahulu!” jelas Riana tulus dan seketika pandangan mata Angga langsung menatap ke arah Riana yang sedari tadi dia sudah mendengarkan percakapan mereka berdua.
“Oya sekitar 1 bulan yang lalu saat mba mampir ke kantormu tanpa sengaja mba melihat tiga buah foto yang tertempel di dinding kalau tidak salah itu foto Mekkah, Korea dan Venice” kata mba Maya penasaran.
Saat mendengar kata ‘Venice’ jantung Angga langsung berdebar, ekspresi wajahnya semakin tegang penuh dengan rasa penasaran sedangkan Riana hanya membalas dengan senyuman, senyuman yang penuh dengan tanda tanya.
“Jangan… jangan, ketiga tempat itu akan jadi cerita novelmu selanjutnya ya?” tebak mba Maya.
“Rahasia!” jawab Riana singkat sambil tersenyum kembali.
“Dasar kamu ini selalu penuh dengan rahasia tapi tidak apa-apa, suatu saat nanti itu akan jadi rahasia yang luar biasa” celoteh mba Maya sambil memasukkan barangnya ke dalam tas.
“Ingat! Jangan sampai lupa, segera hubungi personil The April dan minta persetujuan mereka kalau tidak…” kata-kata mba Maya langsung terhenti saat mendengar seorang laki-laki datang memotong pembicaannya.
“Kami setuju!” ucap Angga mantap yang berdiri di antara Riana dan mba Maya.
“Kak Angga” kata Riana dengan wajah terkejut.
“Perkenalkan nama saya Angga salah satu personil The April, kami sangat setuju kalau semua cerpen Riana tentang The April akan di terbitkan!” jelas Angga tegas sambil tersenyum.
Riana hanya bisa terdiam serta tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat “Laki-laki ini sungguh misterius” ucap Riana dalam hati.
Mba Maya juga memperkenalkan dirinya sambil menyerahkan kartu nama tapi dia harus pergi sehingga tidak bisa berbicara banyak dengan Angga, jadilah sekarang Riana dan Angga duduk berseberangan sambil di iringi dengan lagunya The April ‘Tunjuk Aku’ yang terdengar di dalam cafe.
Tatapan Angga tertuju serius kepada Riana sedangkan Riana hanya bisa menunduk sambil bertasbih di dalam hati. Riana sama sekali bingung apa yang harus dia lakukan pada laki-laki yang ada dihadapannya, haruskah dia mengambil tasnya dan berlari pergi?
“Maaf” ucap Angga pelan.
“Maaf dan terima kasih, Riana!” kata Angga lagi dengan tatapan yang tulus.
“Untuk apa?” jawab Riana bingung.
“Untuk semuanya, maaf karena selama ini aku tidak pernah membalas pesan-pesanmu dan terima kasih selama ini sudah bersedia membuat cerpen tentang The April!”
Riana dan Angga pun saling tersenyum tanpa kata dan hanya hati mereka saja yang saling berbicara bahwa akhir kisah ini sudah selesai.

**********




Catatan :
Meskipun semua cerita ini tidak nyata tapi aku bisa berkhayal dengan imajinasiku, dengan tulisan aku bisa menembus batas dan waktu tanpa ada halangan dan tanpa perlu izin pada siapapun kecuali pada Sang Kholiq, Sang pemilik imajinasi Maha karya-NYA yang sangat luar biasa, tanpa-NYA aku bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Tanpa-NYA aku hanya seorang hamba yang banyak kekurangan dan dosa, Terima kasih.

Specially dedicated for :
The April end TemanSeperjuanganTheApril
Banjarmasin, 01 Mei 2016
Edit : 30 Agustus 2016




Minggu, 07 Agustus 2016

Cerpen *lama* yang baru di publikasikan ^^


Permata Hati
            “Bravo!” akhirnya nyampe juga pada bulan Agustus. Mau tau kenapa? By the way bulan Agustus emang bulan yang bukan Adit aja tunggu-tunggu tapi, juga semua orang yang berdomisili di Negara REPUBLIK INDONESIA.
          Emang benar dan gak salah kalo 17 agustus entar adalah hari ultahnya bangsa Indonesia yang merdeka atau bebas dari penjajahan negara Belanda selama 3 ½ abad dan bangsa Jepang 3 ½ tahun (kalo kagak percaya liatin lagi buku sejarahnya, hehe…)
          Ya ampyun! Kebayang gak selama itu nenek moyang kita di jajah dan sampe keterlaluan banget kalo bangsa ini gak mensyukuri semua itu (deuuh, bijak banget sih!)
          Selain moment penting itu juga untuk semua orang. Bulan itu juga jadi bulan penting buat ADIT. Of course! Bulan ini adalah ultahnya Adit yang ke…? (tebak sendiri ya?)
            Happy Birthday! Berarti nambah umur ~ nambah berat ujiannya ~ nambah dewasa ~ nambah berat badan (bercanda!) atawa nambah cewe lagi? (mau cewe banyak koq coba-coba, hehe… iklan kale!)
          Pada bulan Maret 1942. Bangsa Jepang menduduki Negara Indonesia setelah bebas dari penjajahan Belanda. Namun, itu gak berlangsung berabad kayak belanda karena jepang di kalahkan oleh sekutu (koq jadi ngebahas sejarah sih?) hanya sekedar informasi aja kok, kalo announcer juga kudu banyak pengetahuan sejarahnya. So, gaul gaya gaul jugakan otaknya (ciee… dalem banget!)
          Akhirnya!!!
      Pada tanggal 15 agustus 1945. Jepang menyerah dan bertekuk lutut atas kekalahannya. Mohon maaf lahir dan bathin (emangnya lebaran!)
          Dan tepat tanggal 17 agustus 1945 Presiden SOEKARNO pun membacakan teks proklamasi yang di tunggu-tunggu oleh seluruh bangsa Indonesia.
          “Merdeka! Merdeka!” teriak rakyat Indonesia.




          Setelah 50 tahun kemudian…!
          Tepat pada tanggal 7 agustus lahirlah seorang bayi berjenis kelamin laki-laki wajahnya yang imut (imut…imut kayak marmut, he…) bodynya gemuk serta ngegemasin yang berada di pangkuan ibu.
          “oek…oek…oek…!” teriak bayi tersebut mensyukuri kalo ia lahir dengan selamat dan di terima bumi, Hhehe…
          Bayi tersebut di beri nama ‘Aditya Agusta’ (mohon maaf jika ada salah dalam penulisan nama anda. Kayak di kartu undangan!)
**********

          “Selamat pagi! Ketemu lagi bareng Adit, selama 1 jam ke depan gue bakal nemenin kawula muda Banjarmasin di ajang ‘PASAR’ pagi senin ayo rame-rame!” sapa doi membuka pembicaraan.
**********
          Jahil, narsis adalah kebiasaan jeleknya yang gak bisa dihilangin. Meskipun begitu kebiasaan ini malahan jadi kelebihannya. Tanyakan kenapa?
          Pernah baca atau ngedengar gak? Kalo rata-rata tiap penulis banyak menginspirasikan tokoh utama mereka tuh perfect. Padahalkan setiap manusia itu pasti gak ada yang sempurna.
          Kalo pun tokoh itu jelek atau punya kekurangan. Pastilah kekurangan tersebut akan jadi suatu kelebihannya (deuhh… berfilosofi banget nih, tapi benerkan?)
          Adit dikenal endhut tapi, doi lebih suka dibilang montok. Badannya yang gak memar atau kekar kayak Ade Rai, nama kerennya lagi gagah apalagi kalo dibuat dalam karung (hehe… bercanda) tinggi badannya juga gak kayak para model yang sampe ratusan lebih. Kalo ukuran anak cowo sih standar-standar aja gitu lho!
**********
          Kurang lebih sudah 2 tahunan Adit dekat sama cewenya. Dulunya nih cewe mantan pacarnya gitu eh, tau-tau mereka balikan lagi (mo tau berapa kali mereka putus nyambung?) nggak koq, hanya 1x aja dan mereka berharap moga-moga gak terulang lagi. Terus kalo bisa sih sampe ke pelaminan (deuhh… hare gini udah ngomongin married!) mereka ngerti kalo umur keduanya memang pada seumur jagung jadi, kudu banyak pengalaman dan cita-cita yang bakalan di kejar.
          Yang bikin Adit salut abis sama sameonenya. Because, selama ini doi selalu ngedukung semua keputusan yang Adit ambil dan selalu mensupport atau mendorong dari belakang (hati-hati lho, entar jatuh he…)
          Soulmate tersebut bernama Tasya, gak hanya namanya aja keren tapi kenyataannya nih cewe emang cantik dan manis.
          Adit memang gak setampan Robert Pattinson dan juga gak sekeren Aliando tapi, bagi Tasya : Adit adalah seorang cowo yang bisa nerima dirinya apa adanya itu udah cukup, demikian juga dengan Adit. Rasa saling memiliki serta melengkapi itu udah lebih sempurna bagi mereka berdua. But, cinta bukan barang komplementer atau subsistensi melainkan cinta adalah suatu ikatan di mana kita bisa saling memberi dan menerima (tul gak? Koq jadi romantis gini ya!)
**********
          “Beb, gimana keputusannya udah final belum?” tanya Tasya penasaran.
          “Ikut seleksi jadi penyiar radio itu!” sergah Adit ngejawab.
          Tasya hanya mengangguk berharap Adit mengatakan sesuatu.
          “Hhm… belum aku pikirkan Honey, aku gak yakin!” komentar Adit sambil garuk-garuk kepala.
          “Bebeb, kapan lagi kamu bakalan nemuin kesempatan itu? Ingat beb, kesempatan gak datang dua kali. Lagi pula bebeb punya bakat dan kemampuan!” celoteh Tasya pada kekasihnya.
          Adit pun hanya terdiam tanpa ngebahas apapun. Biasanya mereka selalu debat kalo ada problem, malahan sering berantem. Tapi, tahukan itu hanya marah sayang-sayangan (hehe… so sweet!)
          “So… ini semua udah final?” tanya Tasya lagi dengan nada kesal.
          Tasya melangkahkan kakinya sambil mengambil kertas formulir tersebut. Dengan langkah lunglai Tasya berharap Adit memanggil dan merubah keputusannya. Tapi, itu hanya imajinasinya saja. Setelah ke luar dari pintu gak ada beberapa kata yang membuat Tasya memalingkan badan.
          “Beb, ada apa dengan kamu? Apa yang bisa aku bantu?” tanya Tasya dalam hati sambil menuju motor boilnya.
          “Honeyyy…!” teriak Adit sambil ke luar tergesa dari rumah.
          Secara spontan Tasya menatap Adit dan memperlihatkan senyumannya yang manis.
          “Honey, kenapa formulirnya kamu bawa? Bebeb kan belum nulis?” tanya Adit sambil tersenyum.
**********
        2 tahun kemudian… seperti yang diceritakan di atas tadi bahwa Adit jadi announcernya radio DBS. Radionya kawula muda dan dikenal banyak pendengarnya.
          2 tahun telah berlalu banyak hal yang Adit temuin walaupun gak sampe banyak makan garam tapi, sedikitlah. Banyak pengalaman pastinya banyak teman juga dong terus pergaulan juga makin lebar melebihi daun kelor (hehe…)
          Secret admirer alias pemuja rahasianya Sheila on 7 (bukan pren itu mah judul lagu!) yang sekarang lagi trend en hot-hotnya kale ya!
          Sebagai seorang penyiar pasti kudu siap memiliki secret admirer, because dari suaranya aja pendengar udah naksir pasti pada keukeuh deh pengen tau orang tersebut (Hueh… makin serius aja nih!)
          Perang terjadi!!!
          Saking banyaknya admirer Adit selalu aja dapat SMS, bbm, chat dll yang bikin nyeleneh atawa curiga hati. (Refresh : bang SMS siapa ini bang… koq pesannya pake sayang-sayang…! Hhehe… ketahuan jadulnya)
          Kayaknya nih Adit khilaf deh ya! Doi lupa untuk menghapus semua pesan tersebut. By the way, berapa SMSnya? Ratusannnn… (iklan kale!)
          “Beb, Tasya tau koq kalo bebeb punya banyak penggemar dan gak mungkinkan Tasya tau semua itu satu persatu!”
          “Astaga! gue lupa ngehapus semua pesan masuk!” keluh Adit dalam hati.
          “Jangan cengar cengir deh beb, kamu udah ke tangkap basah jadi gak bisa ngindar apalagi kabur!” sindir Tasya.
          “Honey! Beneran deh. Bebeb gak ada hubungan apapun sama mereka, suer!!! Kamu lebih percaya aku kan dari pada SMS kacangan gitu?” jelas Adit dengan wajah memelas dan cukup meyakinkan.
          “Tasya percaya semua isi SMS itu! Tapi… Tasya lebih percaya sama pacar Tasya sendiri!”
          Wajah Adit pun berubah kayak orang dari gurun pasir yang baru nemuin air (rasanya segeeerrrr… banget!)
**********
          Hari berjalan dan terus berjalan. Roda juga berputar dan terus berputar tanpa henti (gak nyambung hehe…!) maksudnya udah berapa hari gak ada perang alias pertengkaran lagi di antara mereka berdua.
          “Honey, aku mo nanya nih?”
          “Nanya apa Beb, kok serius banget. Sangat penting ya?” jawab Tasya penasaran.
          “Aku mau Honey menjawabnya dengan sepenuh hati!”
          Tasya mengangguk mengasih tanda setuju apa yang dikatakan Adit.
          “Ribet gak Hon, pacaran ama Bebeb?”
          “Bukan ribet, tapi lucu!” jawab Tasya membuat Adit bingung.
          “Bebeb kan terkenal narsis. Malahan kadang-kadang suka ngejahilin orang padahal itukan salah satu kekurangan bebeb. Tapi, malahan bisa menutupi kekurangan itu!”
          “So… Honey suka gak sama bebeb?”
          “Kok bebeb malah ngeintrogasi Tasya sih? Seharusnya Tasya yang nanya ama bebeb!”
          “My Honey Tasya, dari dulu sampe sekarang hati Adit tetap sama. Gak pernah berubah dan gak akan pernah pindah ke lain hati!” (deuhh… gomballll!)
          “Tasya suka bebeb apa adanya!” jawab Tasya singkat.
          Hati Adit pun mulai mekar ~ tumbuh ~ dan bersemi setelah sang kupu-kupu menghisap madu si bunga! (hehe… nyambung gak ya? Kayaknya gak deh! Yang ada malah terbalik!)
**********
          “Selamat datang di cafe DBS” cafenya para announcer yang udah mulai berjalan beberapa bulan ini. Pendukung serta pengunjung selalu ada dan gak pernah sepi karena Adit salah satu announcer plus panitia tersebut. Jadi selalu ikut andil dalam setiap urusan.
          Gak hanya seperti penyanyi Sandy Canester aja yang ngalamin kencan ‘sabtu…minggu…kau bersamaku…’ (kayak lagunya tuh?) dua sejoli ini pun ngalamin yang sama. Hanya dua hari itu doang mereka ada waktu dikarenakan kesibukan masing-masing (emangnya artis? Kidding he…) tapi, sampe sekarang mereka tetep lengket kayak perangko ama lem. Walaupun jarang ketemu tapikan masih bisa sms an, Bbm an, telponan atau juga chattingan.
          Hari sabtu, Adit ngajak Tasya ke cafe sambil kencan githu lho? Konon katanya malam minggu memang rame dan semua pasangan ngumpul (duilee… romantis banget!)

**********
          “Hey, Tas!” sapa seorang cowo. “Pa kabar? Lama gak ketemu?” sambil mengulurkan tangan.
          “Da…da…vid?” ucap Tasya terkejut.
          “Tas, gue baru datang dari Jakarta. Kebetulan loe ada di sini, ada waktu gak bentar? Gue mo ngomong?” pinta David sedikit memaksa.
          Hati Adit saat itupun mulai berkecamuk dan ingin menghalau pembicaraan mereka tapi doi gak sanggup.
          “David, kenalkan ini Adit. Cowok gue!” ucap Tasya mantap.
          “Owh… ini yang namanya Adit! Announcer yang punya banyak secret admirer itu!”
          Adit mulai panas dan pengen ngebalas semua ledekannya itu. Tapi, selalu saja tersimpan di otaknya setelah Tasya memegang erat tangan kirinya.

**********
          Malam yang tadinya udah dibayangkan bakalan seru abis dan jadi malam terindah buat dua sejoli itu. Sekarang menjadi hambar dan gak ada seleranya sama sekali (emangnya makanan hehe…)
          Hampir 15 menit, Tasya nemenin David yang di hias sebuah tenda cantik plus cahaya lampu terang benderang. Tadinya itu kado spesial untuk Tasya, tapi sekarang…???
          “Jangan cemburu gitu dong Dit, Tasya gak bakalan ke lain hati kok! Dulu dia cewe loe sampe kapan pun juga tetep jadi cewe loe!” jelas Aira mencoba menenangkan Adit yang sedang duduk termenung di seberang tenda Tasya.
          “Loe gak tau sih Ra, apa yang sedang terjadi!”
          “Hhm…laki-laki itu, mantannya Tasya kan?” tanya Aira spontan.
          “Lho kok, loe tau sih?”
          “Bukan hal yang basi lagi Dit, soal ginian semua orang juga pada tau. Loe mo tau akhir percintaan ini? Yang ada si cewe bakalan kembali pada kekasihnya bukan ke mantan pacarnya!”
          Adit mulai tersenyum, walaupun hatinya tetap gelisah karena sedari tadi mereka berdua masih bicara.
          “Emangnya ini sinetron Ra? Kayak film Love Story aja!” balas Adit dengan wajah masem sambil memandang Tasya dan David.
          “Dunia inikan panggung sandiwara Dit (kayak lagu!) kadang sedih kadang juga bahagia karena di situ loe kadang merasa sedih” (Hhehe…kidding!)
          Seketika Adit pun terdiam dan tertunduk lemah tapi, seketika juga doi mulai tersenyum dan beranjak dari duduknya.
          “Gue yakin, perasaan David cuma sandiwara tapi gue bakal ngerubah perasaan Tasya ke gue jadi kenyataan. Perasaan yang benar-benar tulus dan ngebuat Tasya jadi nyaman bersama gue!” ucap Adit dengan semangat.
          Aira hanya bengong setelah mendengar semua pernyataan itu. Dia gak nyangka segitu pentingnya Tasya bagi Adit.
**********
          “Hay, Honey!” sapa Adit sambil merangkul dan memegang erat tangan Tasya.
          “Menurut Honey, gimana cafe gaul kami? Apa pelayanannya menyenangkan?” tanya Adit tanpa ada perasaan bersalah sama sekali karena udah ganggu mereka.
          David pun terdiam pekat memandang Adit dengan wajah kesal sedangkan Tasya tersenyum lega melihat tingkah kekasihnya karena Adit ada di sampingnya.
          Sepeninggal David dari cafe tersebut. Dua sejoli itu pun saling duduk dan berpandangan tanpa bergeming satu katapun, hanya isi hati mereka berdua yang saling berbicara. Sudah mulai bete dengan suasana hening tersebut Adit pun mulai angkat bicara.
          “Honey, nurut kamu David tu gimana sih?”
          “Bebeb kok gitu sih nanyanya, jealous ya?” balas Tasya yang balik nanya.
          “Engg…ng…gak… si…si…apa… yang jealous!” ucap Adit tergagap. “Adit kan cuma nanya? Menurut Tasya, David tuh anaknya kayak gimana?”
          “Dulukan Tasya pernah cerita soal ini, jadi gak perlu dibahas lagikan?”
          “Tapi, sekarangkan beda dengan yang dulu?” selidik Adit.
          “Hhm… David tu baik, tapi…?”
          “Tapi apa?” tanya Adit penasaran.
          “Tapi lebih baik, lebih cakep dan lebih perhatian itu adalah cowo aku!” jawab Tasya sambil tersenyum manis.
          Adit pun mulai lega dan kembali lagi dari awal. Sifatnya yang gokil sempat terhenti sejenak saat peristiwa yang mencenangkan tadi mulai kembali ke sarangnya (emangnya hewan kale!)
**********
          Kemarin Adit sibuk nge MC di salah satu hotel terkemuka di Banjarmasin, terus kemarin lagi doi sibuk ngeMC band yang baru manggung dan nunjukin performance mereka. Kemarin dan kemarinnya lagi masih banyak kegiatan yang numpuk. Belum lagi tugas plus jadwal kuliah yang kudu di kerjain dan makin hari pun jadwal wakuncar (kata lagu dangdut) alias waktu kunjung pacar mulai berkurang. Tapi, Tasya masih bisa mentolerir semua itu. Sebab itu juga untuk masa depan. Lagi pula Tasya juga punya seabrek kegiatan yang gak bikin ia selalu ingat ama Adit.
          Single from Terry with kepingan hati salah satu yang dinyanyiin pada performance enjoy with Terry malam itu, ditambah lagi MCnya yang udah dikenal masyarakat khususnya kawula muda.
          “Hey, Dit!” sapa seseorang usai acara.
          “David, kok loe ada di sini sih?” tanya Adit pura-pura bingung.
          “Ya… nonton Terry lah. Emang nonton siapa lagi!” jawab David ketus.
          “Owhhh… kale aja pengen liat gue!” balas Adit kambuh lagi narsisnya.
          “Iih, narsis banget nih anak!” celoteh David dalam hati.
          “By the way, kok Tasya ga bareng loe sih?”
          “Kenapa nyari Tasya, kangen ya!” jawab Adit blak-blakan.
          Selang beberapa menit kemudian, di sela-sela percakapan mereka berdua. Tiba-tiba datang seorang cewe yang gak asing lagi wajahnya.
          “David, kemana aja sih? Dari tadi gue nyariin loe. Ternyata loe nongkrong di…si…ni…!” celoteh cewe itu, kemudian terkejut saat melihat Adit.
          “Tas, sorry. Gue tadi nyasar , loe tau sendirikan kalau gue baru beberapa hari di Banjarmasin!” jawab David dengan tampang lugu.
          Suasana hening sejenak, Adit dan Tasya saling berpandangan pekat tanpa kata.
          “Tas, gue tunggu loe di luar ya?” ucap David sambil mandang Adit dengan wajah sumringah.
          “Beb, Tasya bisa jelasin semuanya?” terang Tasya sambil memegang tangan Adit.
          “Kamu mau cerita apa Sya, semuanya udah jelas!” jawab Adit ketus tanpa menggunakan kata Honey lagi.
          “Beb, please. Kasih Tasya kesempatan untuk ngomong?”
          “Udah deh Sya, kasihan tuh David nunggu lama. Entar dia nyasar lagi!”

**********
          Broken heart yang Adit alami malam itu sama seperti lagu Terry. Ternyata, dia ngalamin juga rasanya hati hancur seperti kepingan kaca yang berserakan di lantai. Terdengar jambu dan konyol sih kata-kata itu tapi itu semua memang terjadi.
          “Tasya, kenapa kamu lakuin semua ini sama aku? setelah aku mencoba untuk menata hati. Apa selama ini aku sudah berbuat salah sama kamu? Apa aku sudah ngecewain hati kamu?” omel Adit pada malam itu sambil menahan air mata yang sudah ngantri untuk keluar.
**********
          “Tas, sorry ya gue udah ganggu hubungan loe ama Adit?” ucap David berpura-pura lembut sambil nyetir mobil.
          Tasya pun hanya duduk termenung dan masih menerawang kejadian tadi.
          “Tas, Tasya!” panggil David. “Loe masih hidupkan?”
          “Hentikan mobilnya!” ucap Tasya tegas.
          “Apa!”
          “Gue bilang hentikan mobilnya!” bentak Tasya.
          “Tas, kenapa? Apa loe marah sama gue? Okey, kalo gitu gue minta maaf?”
          “Kenapa? Kenapa loe selalu ngecewain gue? Apa selama ini gue udah nyakitin hati loe? Gue mau loe bisa menghargai perasaan gue? Gue gak mau di sakitin lagi? Gue hanya suka sama Adit dan loe gak bisa ngerubah kenyataan itu!” teriak Tasya sambil ke luar dari mobil.
          “Tas, Tasya!” teriak David. “Gue gak akan pernah berhenti menyukai loe? Gak akan pernah! Gue sayang ama loe Tas? Maafin gue?” sahut David sambil berlutut di tanah.

**********
          Hampir 1 minggu mereka gak kontak jodoh, ups maksudnya saling berkomunikasi. Walaupun begitu gak menyurutkan narsisnya Adit saat siaran. Namun, siapa yang tahu hati Adit lagi sedih (deuuh…kasian!) dalamnya air ada dasarnya tapi, dalamnya lubuk hati siapa yang tahu?
          “Sore Adit cakep!” sapa Aira saat mampir ke studio.
          Adit pun hanya bengong ngeliat tingkahnya Aira yang sok jaim abis.
          “Tumben loe mampir Ra? Hari nie kan loe gak ada siaran? Lagi pula, loe sok manis gitu sih pake kata cakep segala!” selidik Adit.
          “Deuh, pada curiga aja pikirannya. Emangnya gak boleh perhatian ama sohib sendiri!” sergah Aira sambil jelasin duduk perkaranya.
          “Dit!” panggil Aira mulai merendahkan nada suaranya.
          “Gue mo ngomong empat mata ama loe?”
          “Empat mata? Kayak acara di televisi!”
          “Adiit, gue benar-benar serius!”
          Sambil masang tampang lugu Adit mulai duduk tenang seperti anak sekolahan yang lagi memperhatikan gurunya.
          “Loe pasti ngertikan apa yang bakalan gue tanyakan?”
          Adit mengangguk dan mulai merangkai kata-kata di dalam otaknya.
          Saat Aira mulai bicara, Adit udah mulai nyosor duluan bicara.
          “Dit!” panggil Aira kembali.
          “Oya, Ra! Rencananya besok gue mo ke Jakarta, loe bisakan gantiin gue siaran? Entar kalo cuma lagu doang, kasiankan kawula muda pada bete karena gak ada announcernya!” celoteh Adit.
          “Adit!” panggil Aira untuk kesekian kalinya.
          “Gue gak bakalan lama kok Ra perginya, hanya 1 minggu doang. Jadi, loe gak bakalan kesepian lagi nanti!”
          “Adit!”
          “Oya, entar loe mo oleh-oleh apa Ra? Apa loe pengen baju, sepatu, parfum atau juga sebuah gitar? Kalo sekarang loe lagi bingung, entar kalo udah nyampe gue hubungi loe aja ya?”
          Adit pun mulai berhenti nyelotehnya sampe narik napas panjang.
          “Udah selesai bicaranya? Emang semua itu penting buat loe? Ya enggaklah Dit, itu semua hanya basa basi karena yang lebih penting sekarang adalah hati dan perasaan loe!” ucap Aira dengan penuh ketegasan.
          “Semua udah berakhir Ra, hati dan perasaan itu udah gak ada lagi!”
          “Kemana? Hilang di terjang ombak atau terbakar lautan api?” (lebay nih si Aa Aira :p)
          “Loe pujangga banget sih Ra, hari ini?” mengalihkan pembicaraan.
          “Loe masih sayangkan sama Tasya?” tanya Aira meyakinkan.
          “Entahlah!” sahut Adit sambil melangkahkan kakinya.
          “Adit, kenapa loe ragu? Perasaan loe itu bukan sandiwarakan?” teriak Aira.
“Adit. Gue gak perlu benda-benda itu. Tapi, gue cuma mau Tasya ada di sini bareng loe! Loe bisakan ngabulin permintaan gue?” pinta Aira dengan nada semangat.
          Adit mulai menolehkan wajahnya sambil tersenyum manis. Menggambarkan suatu janji yang bakal dia tepati.
**********
          Sudah berapa kali bbm dan telepon untuk Adit tapi semua gak ada artinya karena sejak malam itu adalah pertemuannya yang terakhir. Akhirnya, Tasya memberanikan diri pergi ke studio untuk menemui Adit.
          “Tasya, kenapa gak masuk ke dalam?” tanya Aira bingung saat datang.
          “Hhm… nanti aja Kak!” jawab Tasya ragu.
          “Sya, kamu mau nungguin Adit ya?” tebak Aira.
          Tasya mengangguk lemas sambil memegang handphonenya berharap Adit menghubunginya.
          “Memang kamu belum bertemu dengan Adit?”
          “Belum!” jawab Tasya lirih. “Memang Adit pernah bilang mau ketemu Tasya?”
          Tasya dan Aira pun sama-sama bingung sehingga menimbulkan beribu pertanyaan dibenak mereka.
          “Sya, aku pikir Adit udah pergi nemuin kamu untuk pamitan?”
          “Pamitan! Emang Adit pergi kemana kak?”
          “Jakarta!”
          Seketika Tasya beranjak dari kursinya mulai memperlihatkan matanya yang berkaca.
          “Jam berapa pesawatnya berangkat?”
          “Jam 10 pagi”
          Tasya pun langsung pergi menuju bandara. Arloji ditangannya sekarang menunjukkan pukul Sembilan.
          Menuju perjalanan tidak ada setetes air matapun yang jatuh karena saat itu Tasya tidak bisa menangis sebelum ia bertemu sama Adit.

Tiba di bandara
          “Permisi mbak, apa penumpang ke Jakarta sudah berangkat?” tanya Tasya sambil ngos-ngosan.
          “Sudah mbak, lima menit yang lalu”.
          Akhirnya, air mata itupun mengalir juga di wajah Tasya setelah satu jam tadi ngambek karena gak keluar-keluar (emangnya air keran, hehe…bercanda!) sambil memandang pesawat yang melaju terbang ke angkasa, Tasya gak henti-hentinya menangis dan mengeluarkan air matanya.
          “Kenapa Beb? Kenapa kamu pergi duluan? Kenapa kamu gak pamitan sama Tasya? Tasya kan belum ngucapin salam perpisahan buat bebeb?” ucap Tasya sambil mengisak tangis.
**********
          1 minggu kepergian Adit, masih berasa dibenak Tasya. Walaupun ada rasa kecewa yang menyelinap di hatinya. Tapi, Tasya sudah maafinnya dengan lapang dada.
          “Selamat pagi kak Aira?” sapa Tasya saat tiba di studio.
          “Tasya” ucap Aira terkejut.
          “Kak, Tasya nitip ini ya buat Adit?” pinta Tasya sambil menyerahkan sepucuk surat. “Hari ini Tasya akan pergi berangkat ke Australia!”
          “Pertukaran pelajar itu ya?” tebak Aira.
          “Iya, apa sebelumnya Adit pernah cerita? Apa Adit cerita banyak tentang Tasya?” tanya Tasya penasaran.
          “Semuanya, termasuk tentang perasaannya ke kamu”.

**********
          Pukul 12 siang tepat Tasya sudah berada di Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Tadinya pesawat menuju ke Australia sudah siap tapi karena ada sesuatu lain hal sehingga penerbangan ditunda selama 2 jam.
          Sambil menunggu informasi yang lebih lanjut. Tasya dan para pertukaran pelajar yang lain sedang duduk bersendau gurau untuk menghilangkan rasa bosan. Walaupun baru kenal tapi mereka sudah mulai akrab dan saling bertukar pikiran. Di sela canda tawa yang merebak, seketika Tasya melihat foto Adit di handphonenya.
          “Beb, Tasya mau pergi. Kamu sekarang ada di mana?” keluh Tasya dalam hati.
          “Sya, Tasya!” panggil Vita teman satu kursi Tasya.
          “Kamu lagi melamun ya?” tanya Vita penasaran.
          Tasya pun menjawabnya hanya dengan senyuman sambil menahan air mata yang mau jatuh.
          “Sya, aku sama anak-anak mau pergi sebentar, apa kamu mau ikut?”
          “Tidak, terima kasih. Aku nunggu di sini saja”.
          Sambil melihat mereka berjalan, di arah berlawanan Tasya melihat sesosok laki-laki yang tidak asing lagi di matanya dan menuju ke arah Tasya sambil tersenyum manis.
          “Bebeb!” panggil Tasya semangat. “Kamu kok ada di sini sih?”
          “Aku akan balik ke Banjarmasin Honey!” jawab Adit sambil memandang lekat Tasya.
          “Beb, maafin Tasya ya?” ucap Tasya sambil mengeluarkan air mata yang tidak bisa terbendung lagi. “Tasya sudah menyakiti hati serta ngecewain bebeb, Tasya minta maaf”.
          “Honey!” sahut Adit sambil menghapus air mata di wajah Tasya. “Selama ini Honey gak pernah salah, malahan Honey sudah membuat Adit bahagia. Seharusnya Adit yang minta maaf karena tidak mendengarkan penjelasan Honey sebelumnya!”
          “Hhm… kalo gitu, kita sama-sama salah ya Beb!” ucap Tasya mulai tersenyum.
          “Honey, lain kali. Honey jangan menangis lagi ya? Liat tuh wajah Honey yang cantik jadi gak manis lagi!” ledek Adit.
          “Iih, Bebeb kambuh lagi ya jahilnya?” balas Tasya sambil memukul lembut bahu Adit.
          “Honey, kamu beneran mau ke Australia?”
          “Kenapa? Bebeb mau mencegah Tasya?”
          “Hhm… tadinya sih iya. Tapi, Tasya kan pergi untuk menggapai mimpi. Masa Adit menghalangi impian Honey selama ini. Lagi pula, Adit gak mau di cap pacar yang jahat!”
          “Emang bebeb pacar Tasya?”
          “Honey!” protes Adit terkejut. “Hon, kita tidak…?”
          “Siapa bilang?” balas Tasya cuek.
          “Honey!” panggil Adit lirih.
          “Siapa bilang kalo Bebeb bukan pacarnya Tasya!” sambung Tasya sambil tersenyum.

**********
          “Tasya!” panggil Vita mengejutkan Adit dan Tasya yang lagi senyam senyum. “Sorry kalo aku ganggu, pesawatnya udah mo berangkat!” ajak Vita sambil membawa barang-barangnya.
          “Beb, Tasya pergi dulu ya?” pinta Tasya sambil melepas genggaman tangan Adit.
          “Honey!” panggil Adit lirih. “Kamu jangan pernah lupain Adit ya?”
          Tasya pun mengangguk dan tersenyum manis meyakinkan Adit bahwa Tasya tidak akan pernah melupakan Adit. Sambil berjalan membawa barang Tasya pun membalikkan badan di hiasi wajahnya yang selalu tersenyum.
          “Beb, kamu tau kenapa Tasya gak suka sama David?”
          “Enggak!”
          “Karena Tasya gak suka dipanggil dengan sebutan tas. Emangnya Tasya barang!” celoteh Tasya mengeluarkan semua uneg-unegnya.
          Sambil berjalan perlahan, Adit menghampiri Tasya kemudian memeluknya.
          “Kamu bukan barang Honey, melainkan permata di hati Adit yang gak akan pernah hilang sampai kapanpun!”.
Tasya pun merasa menjadi seorang perempuan yang paling bahagia hari ini, esok dan seterusnya karena kenangan ini gak pernah dia lupakan untuk selamanya. Satu harapan yang dia minta dari Adit, jangan pernah ingkari semua janji yang pernah Adit katakan.

**********
Sore hari, Adit ada jadwal siaran dengan perasaan yang beda. Dia mengawali harinya kembali di sini. Banyak hal yang Adit hadapi minggu kemarin dari yang cerita bahagia sampe yang sedih tapi mengharukan (suith…suith…)
“Met sore Adit jakarte!” sapa Aira memancing pembicaraan.
Adit yang sudah datang ke studio kali ini masang tampang kucel dan kurang bersahabat. Biasanya nih doi kalo jadwalnya siaran selalu happy dan wajah mempesona (ya, iyalah doi bakalan bersendau gurau ama kawula muda) but, mulai menit sampe detik ini gak ada satu senyumpun yang menebar. Demikian juga ama pipinya yang chubby gak ada responnya sama sekali (huh, Adit pasti gak suka di panggil chubby melainkan endhut, hehe…)
“Adit” panggil Aira penasaran. “Loe kenapa? Setelah pulang dari Jakarta bukannya seneng eh, malah bete?”
Adit masih duduk termenung sambil berpikir kata-kata apa yang bakal doi bicarakan ama Aira.
“Dit, Adit!” panggil Aira kembali. “Kalo loe punya masalah cerita aja, siapa tahu gue bisa bantu?” saran Aira.
“Kalo gue gak nepatin janji, apa loe bakal marah Ra?”
“Hhm… tergantung janjinya. Apa itu menguntungkan atau merugikan gue!”
“Waktu itukan gue janji bakal ngajak Tasya kemari dan ada di hadapan loe. Tapi nyatanya...?” suara Adit terhenti sejenak.
“Kalo gitu, apa loe sayang sama Tasya?”
“Gue baru nyadar kalo Tasya bukan cewe biasa, melainkan suatu permata hati yang gak ada nilainya. Gue sayang banget ama dia Ra, dan gue yakin perasaan ini bukan sandiwara tapi kenyataan!” celoteh Adit panjang lebar namun kemudian doi kembali lagi termenung.
“Nah lho! Kok diam lagi sih?” protes Aira. “Hhm… loe bilang kalo Tasya itu adalah permata hati.  Berarti bila loe berada di mana aja permata itu selalu ada dong!” ucap Aira sambil menyerahkan sepucuk surat ke tangan Adit.
Gak berapa lama wajah Adit pun mulai tersenyum kembali dan paham apa yang Aira katakan.

Dear : Adit
Aku sadari telah jatuh hati
Ingin aku pendam tiada berarti
Kau selalu di benakku, teringat jelas di hati
Aku tak bisa lupa semua itu adalah kenyataan
Aku tidak tahu, apa pikiranku sama denganmu?
Apa pengharapanku begitu sama denganmu?
Adit… Adit…
Kata itu yang ingin aku katakan
Tapi, aku tidak tahu kapan itu akan terjadi
Mungkinkah hanya sebuah khayalan!
Keinginan yang tak mungkin terjadi
Entahlah !!!
Terkadang aku selalu berkata di hati
Kenapa? Kenapa aku selalu ingat padamu?
Perasaan ini ku rasakan lain dari biasanya
Bisakah kau berikan kesempatan?
Kesempatan yang ku nantikan?
Ku ingin hal yang berharga
Agar kau bisa mengenangku!
Sebuah permata hati dan bermakna
Mungkin aku tak seindah khayalanmu
Tapikan ku berikan yang terbaik untukmu
Satu nama telah tersebut
Hapuskan lara di hati
Seandainya tiada lagi kekecewaan!
Salahkah aku mencintaimu?
Bila kenyataannya…
Engkau telah pergi jauh dariku!
Ku lihat dirimu di suatu sudut
Senyumanmu menggoda hati
Kehadiranmu lepaskan keresahan!
Sampai jumpa kekasihku Adit
By : Tasya
          Dengan hati-hati sekali, Adit menutup surat tersebut. Di hiasi dengan pikirannya yang merangkai beribu kata.
          “Honey! Adit gak akan pernah lupain kamu. Tasya akan tetap selalu jadi permata hati Adit sampai kapanpun! Sampai kapanpun!” ucap Adit dalam hati sambil tersenyum manis.

**********
                                                  
                                                                        Specially dedicated for :
Aditya Agusta
13 Februari 2008
Di edit : 12 Mei 2015
Banjarbaru



Keterangan :

Yups, sebenarnya… cerpen ini memang terinspirasi oleh si Adit (endut) eh, sekarang kayaknya rada kurusan deh, Hhe…
Adit yang aku tahu pertama kali memang seorang penyiar radio DBS 101,9 FM Banjarmasin yang beralamatkan di jalan Dahlia.

Hhm…
Waktu nulis cerpen ini sebenarnya tahun 2007 an, seingatku saat itu pas bertepatan bulan Ramadhan.
Menulisnya sih, sebenarnya tidak terlalu lama… Cuma memerlukan waktu beberapa jam saja, kenapa jadi lama baru dipublikasikan ??
Hhm… karena banyak berbagai alasan dan akhirnya bisanya sekarang !!! Hhe…
Dulu, waktu nulis cerpen cuma dikertas-kertas bekas yang tidak terpakai karena memang tidak punya computer, jadinya banyak cerpen-cerpen yang dulu dibuat baru bisa diketik dalam beberapa tahun ini, itupun juga perlu diedit…
So…
Inilah salah satu karyaku tentang para Announcer/penyiar radio favoritku.

Sebenarnya sejak kecil aku memang suka dengerin radio dan mendengarkan suara penyiar, karena setiap kali Adit siaran memang rada beda dengan penyiar lainnya makanya tulisan ini jadi terinspirasi darinya. Tapi sebenarnya yang lebih penting karena aku suka mendengarkan Radio DBS setiap hari sebab gedung radio ini lumayan dekat dari rumahku, Hhehe…

Cerpen ini…
(bukan yang pertama)
Karena masih ada cerpen-cerpen lain yang belum dipublikasikan tentang semua penyiar radio DBS 101,9 fm Banjarmasin.

Sampai Jumpa ^^