SECRET ADMIRER
Gusti
Erlangga Pratama
Ikhsan
A. Arif [Ginday]
Bayu Indra Aditya [Bayu]
A.S.
Abdhani [Dhani]
________________________________________________________
SECRET ADMIRER
(Sebuah Ikatan Sejarah yang
Tertunda Tentang Dua Anak Manusia)
Mall
terbesar yang terletak di kawasan pusat kota Banjarmasin telah tumpah ruah di datangi
pengunjung saat hari libur dan hari bahagia buat pasangan sejoli yang sedang dilanda
asmara sehingga antrian tiket untuk nonton di bioskop pun sudah mulai ramai
sejak mall tersebut di buka.
“Sayanggg… kita nonton film romantis
aja yaaa?” rengek seorang perempuan kepada pacarnya.
“Film action keren juga lho yank, kamu
pasti suka!” jawab seorang pemuda dengan perawakan tinggi sambil memegang mesra
tangan si perempuan.
“Gak mauuu… Ayang cuma mau nonton
film itu?” rayu si perempuan itu kembali sambil menunjuk poster besar yang
pemeran utamanya saling berpelukan.
“Baiklah sayang, apa sih yang enggak
buat kamu!” kata si pemuda tersebut yang di hiasi dengan senyuman mencurigakan.
Gedung bioskop tersebut letaknya di lantai
4 sedangkan di lantai 3 dan 2 juga sangat ramai. Ternyata benar kata pepatah,
bahwa tempat yang kurang baik adalah pasar atau supermarket besar seperti Mall
karena di sana terdapat transaksi jual beli yang kadang penuh dengan tipu daya
serta pasangan muda mudi yang belum terjamin ke halalan hubungan mereka, sebab
mereka beranggapan di jaman sekarang tidak gaul kalau belum pernah pacaran, tidak
gaul kalau belum nyoba ngedrugs atau melakukan hubungan seks di luar nikah. Na’udzubillah min dzalik, sedangkan
tempat yang paling baik serta mulia adalah Mesjid.
***************
Dua
pasang mata menyaksikan kemeriahan Mall tersebut. Mereka sedang berdiri sambil
melihat pengunjung yang berada di lantai dua. Sebenarnya ini bukan pertama kali
mereka pergi ke Mall, tapi memang aktivitas mereka sangat jarang nongkrong di Mall
karena setiap liburan mereka hanya menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga
atau sekedar kuliner dibeberapa warung makan yang tersebar di kota Banjarmasin.
“Sya, kamu ngeborong ya? banyak
sekali novel yang mau di beli? jangan terlalu bernafsu lho! nanti kalo
kehabisan uang minta nambahin lagi?” celoteh perempuan bernama Ika sambil
megang novel Best Seller yang cukup tebal.
Nasya
tersenyum sambil memasukkan kembali sebuah buku yang juga tidak kalah tebal ke dalam
tas yang sudah disediakan. Saat itu Nasya menggunakan kerudung biru langit
bermotif bunga di ujung kerudungnya sehingga terlihat anggun dan cantik.
“Eh, sadar sobat! Ingat, buku kayak
gini mahal lho? udah diperiksa belum tuh dompet!” Ika mengingatkan sambil
membenarkan kerudungnya yang miring.
Untuk kesekian kalinya, Nasya pun
hanya bisa tersenyum melihat tingkah sahabat terdekatnya yang sudah Ia kenal
sejak masa SMA.
“Tenanglah, wahai sahabatku yang
baik hati tidak sombong dan suka menabung. Siapa bilang buku-buku disini semurah
pisang goreng favorit kamu? Alhamdulillah, aku ada rezeki berlebih. Tidak apa
jugakan sekali-kali ngeborong? Lagipula, kita tidak sering mampir ke sini dan
aku sudah hampir setahun tidak pernah lagi beli novel!” ucap Nasya lembut.
“Setahun? biasa aja tuh!” Ika
menjawab santai.
“Ya iyalah…biasa nurut kamu, secara
kamu tu bisanya pinjam novelku mulu!” sindir Nasya sambil memilih buku.
“Yeee… siapa suruh hobby ngoleksi
novel!” bela Ika.
“Biarin…! cuekaebetasayonaraampunDJ!”
jawab Nasya spontan sambil berjalan menyusuri novel-novel terbaru.
Hampir satu jam lebih mereka berdua
menyusuri toko buku tersebut yang berada di lantai 3 dan tiga novel pun sudah
Nasya pegang untuk membayar ke kasir yang sekarang harus antri. Nasya memang
sudah lama berniat untuk membeli beberapa novel favoritnya dengan hasil
tabungannya selama bekerja sebagai penulis lepas di koran kampusnya. Sebenarnya
lebih dari tiga novel yang ingin Nasya beli, tapi karena pertimbangan harga
Nasya pun cukup berpikir keras membaca beberapa resensi cerita novel-novel
tersebut yang bertuliskan dibelakang buku serta beberapa kali pula Ia minta pendapat
pada Ika sahabatnya.
Keluar dari toko buku. Kedua sahabat
itupun langsung berpikir tentang makanan, sekali-kali mereka nongkrong di Mall
yang bertaraf elit. Walaupun rasanya juga tidak kalah lezat dibandingkan dengan
warung-warung yang ada di pinggiran jalan, hanya saja tempatnya yang terkesan
mewah. Mereka pun berjalan menuju Café yang letaknya berseberangan dengan toko
buku tersebut. Namun, tanpa sengaja Nasya melihat keramaian yang ada di lantai
dua. Di sana terlihat panggung besar yang dilengkapi beberapa alat musik. Dalam
hati, Nasya bicara mungkin ada acara Festival Musik artis-artis ibu kota atau…
ada acara lomba Band Indie.
“Band Indie?” Nasya mengucapkan
pelan sambil melihat ke lantai dua.
“Kenapa Sya? Ada seseorang yang kamu
kenal?” tebak Ika sambil ikutan melihat ke bawah.
“Owh… tidak ada apa-apa!” hindar
Nasya sambil berjalan kembali.
“Masa sih itu acara Band Indie? apa
mungkin hari ini ‘Ia’ ikutan manggung juga? Agghhh… mungkin saja bukan acara
itu? siapa tahu ada acara Dangdutan? Tapi… kenapa tiba-tiba perasaanku jadi
tidak menentu?”
Dalam hati, Nasya sedang berdiskusi
hebat tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Siapa tahu pendapatnya
salah atau bisa jadi pendapatnya benar tentang ‘Seseorang’ tapi untuk saat ini
Nasya hanya bisa berpikir cepat, sebab perutnya sudah keroncongan sedari tadi.
Dua minuman dingin dan nasi ayam lada
hitam sudah tersaji nikmat dihadapan mereka berdua yang siap untuk disantap.
Sambil berbincang tentang hal-hal di kampus tanpa mereka sadari, alunan musik di
lantai dua sudah terdengar merdu dan meriah. Di bagian syair lagu tersebut
tanpa sengaja Nasya terkejut mendengarnya :
Maka kau yakinlah… Tunjuk aku…
Sebagai Bintangmu… Penerang jalan gelapmu…
‘Kan
ku jadikan dirimu… Seindah Bidadari…
Sebagai Bintangmu… Penerang jalan
gelapmu…
‘Kan ku jadikan dirimu… Sesempurna
Bidadari…
(The April – Tunjuk Aku)
Nasya pun langsung berdiri pergi
keluar dan melihat ke lantai bawah untuk memastikan apa benar orang itu yang
menyanyikan lagu tadi. Rasa penasaran Nasya telah mengejutkan Ika yang sedang
minum dan tanpa sengaja pun orang-orang di sekitar mereka menyaksikan tingkah
aneh kedua sahabat itu.
“Ternyata benar! Itu dia!” ucap
Nasya dalam hati.
“Sya, kamu kenapa sih?” panggil Ika
menyusul Nasya yang sedang melamun sambil melihat ke lantai bawah. “Malu tahu
di lihat orang-orang, mereka kira kita kabur karena tidak mampu bayar!” sahut
Ika kembali dengan wajah cemberut.
“Hadhuh… maaf Sobat! Yuk, ke dalam
lagi kita bayar makanannya!” ajak Nasya sambil merangkul Ika.
Alunan syair lagu tadi sudah selesai
dan sekarang berganti dengan perbincangan dua MC yang membawakan acara
tersebut. Nasya tahu mereka adalah Ady dan Vina, salah satu Announcer di Station
Radio Banjarmasin. Entah kenapa perasaan Nasya sangat senang karena bisa
melihat lelaki itu bernyanyi, meskipun tidak secara dekat. Dan itu adalah salah
satu jawaban, bahwa selama ini Tuhan telah mendengar do’anya. Masih tersisa rasa
bahagia itu di hati Nasya, namun Ia selalu beristighfar
untuk menstabilkan perasaannya yang tidak normal. Nasya tahu perasaan ini
salah, makanya dia tidak mau berharap banyak.
Di sekitar panggung semakin ramai
dengan pengunjung bahkan dipadati para penonton. Hari itu ada acara amal
bersama Band-band Indie Banjarmasin. Dua sahabat itu pun juga tidak mau
ketinggalan untuk ikutan acara amal tersebut dan sekarang mereka sudah duduk di
salah satu tempat pelayanan untuk para penyumbang sukarela. Tanpa pikir panjang
mereka pun langsung membuka dompet dan menyerahkan dua lembaran uang berwarna
biru yang telah berpindah tangan. Saat itu yang mereka rasakan hanyalah bahagia
sebab bisa saling berbagi, sebuah hal yang sangat jarang mereka lakukan.
Di karenakan banyaknya penonton. Nasya
berjalan berbalik arah menuju tangga lantai dasar, ternyata hal tersebut tidak
disadari oleh Ika yang berjalan mendekati arah panggung karena penasaran siapa
yang nyanyi selanjutnya. Nasya berpikir bahwa Ika ada dibelakangnya. Saat Ika
mulai mendekati arah panggung Ia pun memanggil Nasya dan menoleh kebelakang,
ternyata Nasya tidak ada. Jantung Ika tiba-tiba berdetak kencang, sekarang Ia tersesat
di tengah orang banyak dan memanggil-manggil nama Nasya.
“Nasyaaaaaaaaaa…!!!”
Nasya pun terkejut dan menoleh kebelakang
ternyata Ika tidak ada. Nasya juga ikutan gelisah seperti orang tua yang
kehilangan anaknya karena Ia tahu kalau Ika trauma di kerumunan orang banyak disebabkan masa lalunya yang pernah dirampok paksa dengan senjata tajam hingga
membuatnya pingsan. Nasya berlari di sekitar pengunjung dan berusaha mencari
Ika.
“Ikaaaaaaaaaaaa…!!!” Nasya berteriak
ke arah panggung tanpa Ia pedulikan orang-orang yang memandang aneh
terhadapnya.
“Nasyaaaaaa…!” suara Ika pun ikut
menyahut di dalam kerumunan dan berhasil keluar kemudian berlari menuju Nasya.
Tapi, tiba-tiba...
Brukkkkk !!!
Tanpa sengaja Ika menabrak seseorang
yang membawa botol minuman sehingga terjatuh dan membasahi baju orang itu, karena
kelelahan Ika pun juga ikut terjatuh.
“Eh, mba! punya mata ga sih? kalo
jalan liat-liat donk!” ucap orang itu kesal sambil membersihkan bajunya.
“Ma.. ma.. af mas, sa… sa… ya ti…
ti… dak sengaja!”ucap Ika tergagap.
Nasya menyaksikan kejadian itu
langsung berlari menghampiri Ika yang tengah terduduk di lantai.
“Ika, kamu tidak apa-apa?” Nasya
membantu Ika untuk berdiri.
“Makasih Sya, aku gapapa kok!”
“Eh, mba! bilangin ya ama teman loe ini
kalo jalan hati-hati, gunakan tu mata jangan sampe oleng!” kata lelaki itu
kembali pada Nasya.
Sungguh, saat itupun hati Nasya
langsung panas mendengar perlakuan orang itu kepada sahabatnya.
“Eh, mas!” tanpa sengaja Nasya
mendorong lelaki itu. “Kalo punya mulut tu di jaga. Apa anda tidak pernah sopan
sama perempuan? Teman sayakan sudah minta maaf, jangan tambah sewot gitu dong!”
“Apa loe bilang…!” lelaki itu marah sambil
mengangkat tangan kanannya tapi Ia urungkan karena banyak orang.
“Kenapa berhenti? Anda mau menampar
saya! Benar-benar tidak menghargai perempuan!” ucap Nasya dengan sigap sambil
merangkul Ika.
“Teman loe ini harus tanggung jawab
karena bentar lagi gue mo manggung sedangkan baju gue basah kayak gini?” lelaki
itu kesal sambil memperlihatkan bajunya yang basah.
“Owh… cuma basah, sebentar saja juga
kering. Apa perlu kami ganti?” saran Nasya santai.
“Arya!!!” panggil temannya. “Buruan,
bentar lagi kita tampil!”
Panggilan itu akhirnya menyelesaikan
perdebatan mereka. Nasya tidak takut dengan lelaki tadi karena dia tahu
batasannya hanya untuk membela sahabatnya. Nasya hanya tidak tega melihat sahabatnya
dimarahi seorang laki-laki yang sok hebat dan sok ganteng seperti tadi. Kedua
sahabat itupun, turun ke lantai dasar keluar dari Mall yang menyisakan beberapa
kenangan di hati Nasya. Tanpa sengaja kepergian mereka di iringi sebuah syair
lagu yang sangat akrab di telinga Nasya.
Berikanlah Pakaian Kerinduan yang
Terindah…
Oleh helai-helai dari Pelangi…
Perlihatkanlah Rahasia Engkau yang
Menakjubkan itu…
Semua Maha Karya dari Surgawi…
(The April, Maha Karya Surgawi)
***************
Dua sahabat itu sekarang berada di
warung favorit mereka sejak SMA dan mereka pun sudah sangat akrab dengan si
pemilik warung yang terkenal masakannya sangat enak.
“Gimana keadaan kamu sobat? apa ada
yang sakit? biar aku antar ke puskes ya?” tanya Nasya gelisah.
“Gak perlu sobat. Alhamdulillah,
sekarang sudah agak mendingan!” Ika mencoba menenangkan sahabatnya itu.
“Lho, nak Ika kenapa tho? kok
wajahnya kusut gitu, terus kerudungnya kenapa kotor?” tanya bu Halimah si pemilik
warung terkejut.
Perihal yang mereka alami di Mall
tadipun diceritakan kembali, secara spontan Ibu Halimah pun ikut kesal terhadap
laki-laki itu karena mendengar orang yang Ia sayangi di bentak padahal mereka
tidak saling kenal. Bagi bu Halimah, Nasya dan Ika sudah seperti anak sendiri
sebab mereka tidak pernah lupa selalu mampir ke warung bahkan terkadang setiap
minggu kalau tidak ada kesibukan kedua sahabat itu selalu membantu bu Halimah,
meskipun hanya sekedar nyuci piring atau menyiapkan minuman. Mereka menyatu
seperti keluarga saling mengingatkan dan saling membantu.
***************
Mata kuliah pertama sudah selesai, sambil
menunggu kuliah selanjutnya dua orang sahabat itu sedang duduk santai di taman
dekat kampus sambil menikmati es dawet. Tempat itu seperti jantungnya kampus
karena hampir setiap hari mahasiswa-mahasiswi sering nongkrong bareng ngebahas
tentang kuliah atau hal apapun yang menarik dan meja-meja untuk hot spotpun
selalu penuh bagi orang-orang yang hobby berselancar di dunia maya, seperti
yang dilakukan Nasya sekarang sedang connect ke sebuah situs tentang dunia kepenulisan
sebab Nasya masih bingung tema apa yang akan Ia buat untuk tulisannya minggu
depan yang akan terbit di koran kampus.
“Sya, Hhmmm… kalo ga salah.
Sebelumnya aku pernah liat deh laki-laki di Mall kemarin! Tapi, dimana yaaa?” tanya
Ika membuka pembicaraan.
Nasya hanya berekspresi biasa sambil
melihat sahabatnya yang megang gelas berisikan es dawet.
“Oo…iya… aku baru ingat. Dia itu Arya
kan? Vokalisnya band The April?” tebak Ika.
Dan Nasya pun menoleh kembali hanya
dengan tersenyum tanpa sebuah jawaban untuk Ika.
Tapi… tanpa mereka sadari secara
tiba-tiba seorang perempuan yang berada tidak jauh datang mengejutkan.
“Nasya, kemarin kamu ketemu mas Arya
ya? Vokalisnya the April? Ya ampyun… diakan alumni kampus kita! Kok, kamu
kesana ga ngajak-ngajak sih? Padahal aku pengen banget liat mas Arya, nyesel
deh kemaren ga nonton gara-gara ketiduran” celoteh perempuan itu dengan tampang
kecewa.
Nasya dan Ika hanya saling pandang
dan bingung melihat tingkah temannya itu. “Lebay banget sih, biasa aja keless!!!”
kata mereka dalam hati.
“Sya, terus kamu ngapain pas ketemu
dia? Apa kamu minta tanda tangan?” semangat perempuan itu sambil duduk di dekat
Nasya.
Dan kali ini, kedua sahabat itu
hanya menjawab dengan geleng-geleng kepala karena melihat tingkah teman satu
kampusnya.
“Wina…! Pliss deh, jangan lebay!”
ucap Ika sambil menyerahkan gelas minuman ke paman penjual.
“Kami berdua tidak menonton The
April manggung karena kemaren kami ke Mall cuman sekedar beli Novel, itu doang!”
jelas Ika serius.
“Owh… aku kira kalian nonton!” ucap
Wina lembut sambil masang wajahnya yang sok imut.
***************
Jam kuliah terakhir sudah kelar.
Sebelum pulang kedua sahabat itu selalu mampir untuk bertamu ke rumah ALLAH
SWT. Sebuah Mesjid nampak megah dan indah terlihat di seberang kampus dengan
semangat mereka pun mengambil air wudhu dan masuk ke Mesjid. Tanpa disadari
sepasang mata melihat mereka dengan cukup heran dan kagum.
Usai Wiridan dan Berdo’a, tiba-tiba
handphone Nasya bergetar yang sengaja Ia silent saat shalat.
“Sya,
bisa k’sekre skrng? ada rapat penting!”
“Iya,
mas!” balas Nasya.
“Dari siapa Sya?” tanya Ika sambil
melipat mukena.
“Dari mas Andy, katanya hari ini ada
rapat. Gimana? Apa kamu mau ikut kembali ke kampus?”
“Hhm… kayaknya ga deh, soalnya aku
ada janji sama Mama!”
“Owh, gitu. Tapi kamu pulang sendiri
gapapa kan?”
“Biasa aja kali Sya, akukan bukan
anak kecil lagi!”
Mereka berdua tertawa lirih karena
masih di dalam Mesjid. Nasya menemani Ika ke parkiran untuk mengambil skuter
favoritnya, kalimat hati-hati serta titipan salam untuk Mama Ika pun terucap dibibir Nasya dan sepasang mata dari jauh menyaksikan indahnya persahabatan
mereka.
***************
Ruang rapat hampir berjalan dua jam.
Perasaan Nasya benar-benar diuji kali ini, sebab Ketua Redaksi yaitu mas Aan
memberikan tanggung jawab baru untuk Nasya agar mewawancarai personel Band Indie
Banjarmasin yang saat ini sedang tenar.
Entah sudah berapa kali Nasya beradu
argument dengan mas Aan bahwa kapasitasnya hanya sebagai Penulis Cerpen bukan
seorang wartawan, sampai sekarang belum ada titik temu diantara mereka berdua
sedangkan mas Andy hanya bisa terdiam. Teman-teman rapat pun ikutan gerah
melihat kondisi saat itu karena tanpa diketahui posisi mereka satu sama lain
telah berubah. Namun, mas Aan malah memberikan pendapat yang cukup masuk akal
untuk Nasya. Siapa tahu Nasya dapat pengalaman baru dari wawancaranya serta
memberikan inspirasi untuk membuat cerpen atau novel tentang band-band indie, dan
mas Andy pun ikut menganggukan.
Rapat telah diputuskan!!! Bahwa
Nasya ditemani Rina untuk mewawancarai band The April lusa depan disalah satu café
end resto Banjarmasin. Baru kali ini Nasya keluar ruang rapat dengan wajah
kesal dan kecewa. Bukannya Ia tidak setuju dengan keputusan itu. Tapi, Nasya
merasa belum siap untuk bertemu para personel band yang selalu digandrungi
kawula muda. Apalagi kemarin Ia baru bertengkar sama vokalisnya di Mall. Nasya
berjalan dengan tergesa-gesa dan tidak sabar untuk pulang ke rumah melampiaskan
kekesalannya. Tapi, tanpa disadari dari arah berlawanan seseorang juga berjalan
menuju ruang rapat. Dan tiba-tiba…
Brukkkkk!!!
Novel dan buku Nasya terjatuh dari
tangannya dengan cepat Ia pun langsung memungut buku-bukunya yang berserakan di
lantai.
“Hadhuh… Maaf, saya ga sengaja!”
ucap Nasya spontan karena Ia merasa bersalah telah menabrak orang itu.
“Tidak apa-apa, aku juga minta
maaf!” jawab laki-laki itu sambil menyerahkan buku yang terjatuh di dekat
kakinya.
“Mas..sss Ar...ya!” ucap Nasya lirih
langsung berdiri.
“Hey, kamu tahu namaku ya? Hhm… kalo
ga salah kamu yang kemarin di Mall itukan?” Arya memperlihatkan ekspresi wajahnya
yang cukup serius.
“Maaf mas, permisi. Assalamu’alaikum!” Nasya langsung pergi
dari hadapan Arya.
“Wa’alaikumsalam
wr.wb.” Arya menjawabnya dengan fasih sehingga menumbuhkan rasa penasaran
di hatinya karena sikap perempuan itu sangat beda dengan yang kemarin.
***************
Ternyata Arya memang alumni di
kampusnya Nasya dan hari itu Arya berencana untuk bertemu dengan kawan lamanya
yaitu Aan sehingga Aan pun bercerita banyak tentang Nasya, adik tingkatnya
semester delapan yang sekarang lagi menggarap tugas akhir. Arya sungguh tidak
percaya bisa bertemu lagi dengan Nasya perempuan yang pertama kali membentaknya
di depan orang banyak demi membela seorang sahabat. Rasa penasaran makin
membuncah di hati Arya, Ia ingin sekali mengenal siapa sebenarnya sosok
perempuan berkerudung yang bernama ‘Nasya Maharena’ ??
***************
Café end Resto Banjarmasin sudah di meriahi
banyak pengunjung dan kursi-kursipun hampir terisi penuh. Duduklah di sana dua orang
perempuan sedang menunggu Band Indie yang sebentar lagi akan tampil. Entah
kenapa, sebelum berangkat dari rumah perasaan Nasya campur aduk antara senang
dan takut. Namun, alunan istighfar
dan surah Al-Fatihah tidak pernah lepas untuk menenangkan hatinya yang sedang
gelisah.
Dua hari yang lalu, Nasya sudah
menghubungi manajer band The April untuk wawancara khusus dengan para
personilnya dan beliau memberikan waktu lima belas menit selesai The April
manggung.
Sebenarnya café ini tidak begitu
asing bagi Nasya sebab, dulu waktu SMA sebelum Ia hijrah pernah di ajak
teman-temannya nongkrong sambil nonton artis-artis favorit mereka. Tapi hari
ini sangat beda, Nasya bukan hanya sebagai penonton tapi juga sebagai wartawan
yang memegang nama baik kampusnya.
Di tengah kegelisahan, tiba-tiba dihadapannya
muncul sesosok laki-laki yang tidak asing lagi dimatanya.
Arya! Yups, Arya sedang berdiri dihadapan
Nasya sambil tersenyum.
“Hey, ketemu lagi!” sapa Arya. “Loe
ada disini juga ya? Wah, gue kira loe nongkrongnya cuman di Mesjid, ternyata
bisa juga nongkrong di café!” sindir Arya sambil tersenyum mencurigakan.
Nasya hanya beristighfar dalam hati.
Ya Robb… kenapa nih cowo nyebelin
banget sih? Ga da lembutnya sama perempuan.
“Kok diam! kaget ya gue ada disini? Oya, loe mau nonton konser Band gue? wah… ternyata diam-diam loe ngefans juga
ya?”
“Hhmm… gimana kalo nanti loe, gue
ajak ke panggung untuk nyanyi bareng? Tapi… ga jadi deh, gue ga yakin loe bisa
nyanyi dan suara loe bisa bagus seperti penyanyi. Lagi pula, gue kan emang
seorang penyanyi dan pastinya suara gue sangat bagus saat bernyanyi. So…
sepertinya kita ga cocok untuk nyanyi bareng!” sindir Arya kembali sambil
membenarkan jaketnya dan tersenyum penuh kemenangan.
Dengan nada rendah tapi penuh
penekanan Nasya pun angkat bicara lalu tersenyum manis. Hal yang pertama kali
Arya lihat di wajah Nasya dan itu sempat membuat hatinya berdesir.
“Owh… mas Arya seorang penyanyi?
Saya memang tidak bisa bernyanyi dan suara saya pun tidak bagus untuk menyanyi
karena memang saya bukan seorang penyanyi, lalu… anda bilang kalo diri anda
bisa bernyanyi dan suara anda memang bagus untuk menyanyi karena memang anda
bilang kalo diri anda adalah seorang penyanyi. Tapi, sayang saya tidak merasa
yakin kalau anda bisa bernyanyi dan seorang penyanyi!”
Hati Arya pun berdesir kembali,
setelah mendengar pernyataan itu sehingga membuat dirinya makin penasaran
dengan perempuan yang ada dihadapannya ‘Nasya’ panggil Arya dalam hati.
Rina rekan kerja Nasya pun hanya
bisa tersenyum mendengar pembicaraan itu sebab, Rina tidak menyadari kalau
laki-laki itu memang seorang penyanyi dan vocalist The April yang
sebentar lagi akan manggung dan mereka wawancarai. Sedangkan Nasya, jauh
sebelum itu Ia sudah tahu dengan band The April dan para personilnya.
“Arya! Siap-siap ya…!” panggil
seorang laki-laki paruh baya yang bernama pak Hendro manajernya The April.
“Eh… mba Nasya ya…?” sapa pak Hendro
saat melihat Nasya memegang kamera dan sebuah tanda pengenal di lehernya.
“Assalamu’alaikum
pak Hendro!”
“Wa’alaikumsalam
mba Nasya. Tunggu selesai The April manggung ya, baru kalian bisa wawancara?”
kata pak Hendro sopan.
“Iya pak, kami akan menunggu!” balas
Nasya tersenyum.
Dan Rina pun mulai mencium gelagat
yang aneh dari pembicaraan barusan. Ternyata si Arya memang vocalist band dan
sekarang giliran dia yang gelisah. Bagaimana kalau seandainya The April
membatalkan wawancara karena insiden kecil antara Nasya dan Arya?!?!?!
Pertemuan mereka pun berakhir dengan
senyuman menantang dibibir Arya. Rencananya bakal berhasil karena sebelumnya Ia
memang sudah mengetahui maksud dan tujuan Nasya dari Aan. Nasya pun tidak mau
kalah membalas senyuman tantangan itu. Namun, tidak lupa Ia selalu beristighfar atas apa yang telah
terjadi. Senyuman yang seharusnya tidak Ia lakukan!!!
***************
Suasana café makin meriah saat
kelima personil The April naik panggung dan standby diposisi masing-masing
untuk melantunkan tembang-tembang
koleksi mereka.
Nasya sudah lama tahu dengan bandnya
Arya ‘The April’ dan sebenarnya memang Nasya salah satu ‘Teman Seperjuangan The April’ sebutan nama fans mereka. Selama ini
Nasya tidak pernah secara langsung melihat Arya dan kawan-kawan beraksi di atas
panggung. Nasya hanya sering mendengarkan lagu-lagu The April lewat radio atau
handphonenya yang di download dari internet.
Lagu pembuka terdengar indah dari sang vocalist dan Nasya memang
tidak pernah meragukan suaranya Arya, hanya saja dulu Nasya merasa kurang yakin
saat The April promosi disalah satu station radio Banjarmasin suara Arya antara
nyanyi dan bicara sungguh beda. Makanya Nasya berani membuat pernyataan seperti
tadi.
Tepukan riuh mewarnai suasana café
tersebut. Begitupun dengan Nasya yang cukup puas melihat penampilan The April,
meskipun Nasya menduga setelah selesai nanti ada beberapa tantangan yang Arya
buat untuknya. Namun, saat ini Nasya hanya berusaha untuk santai sambil
menyaksikan alunan lagu-lagu indah dari suara sang vocalist dan sesekali Ia pun
menyanyikan syair lagu yang terdengar
merdu sama seperti penonton yang lain.
“Oke! Terima kasih banyak, buat
teman-teman seperjuangan The April yang sudah bersedia untuk menyaksikan
performance kami pada sore ini!” Arya membuka pembicaraan sambil mengatur napas
yang turun naik.
“Sebuah lagu gue persembahkan buat
seorang perempuan yang pertama kali membentak gue di depan orang banyak dan
tidak yakin kalau gue bisa bernyanyi padahal memang gue seorang penyanyi.
Untukmu “Nasya Maharena, Mars dan Venus.”
“Huuuuuuuu… yeahhhhh!” teriak
penonton yang dominan para perempuan.
Dan Nasya hanya terdiam mematung
atas apa yang barusan Ia dengar. Sungguh… hatinya benar-benar bergetar hebat
karena Ia tidak menyangka seorang Arya yang sangat menyebalkan mempersembahkan
lagu untuk dirinya dan sekarang menyanyikannya dengan penuh penghayatan bersama
gitar akustiknya. ‘Subhanallah…!!!”
Nasya hanya bisa bersyukur atas nikmat yang diberikan. Tapi juga tak lupa istighfar karena ini adalah ujian bagi
dirinya sebab, saat itu para perempuan menatap iri pada Nasya.
***************
Sungguh perasaan Nasya masih tidak
menentu. Namun, Rina berusaha memegang tangan Nasya untuk menenangkan. Kalimat Istighfar tidak pernah lepas dari
hatinya dan sampai selesai acarapun Nasya selalu ingat bahwa kepada Tuhan lah
pengaduh segala kegelisahan.
“Bismillah!”
ucap Nasya saat semua personil turun dari panggung dan para penontonpun pulang
dengan tertib.
“Owh… jadi ini yang namanya Nasya!”
sapa seorang personil yang lebih muda dan tidak asing lagi di mata Nasya, dia
adalah Ery drummer The April.
“Assalamu’alaikum,
Ery…!”
“Wa’alaikumsalam,
Nasya” balas Ery tersenyum sedikit menggoda.
“Gimana, kalo kita wawancara
sekarang?” saran Ray si pemetik gitar sambil duduk disamping kanan Nasya.
“Boleh!” Nasya menjawab spontan.
Ke- 4 personil pun duduk melingkari
Nasya dan Rina untuk segera wawancara, cuma satu orang yang masih berdiri
santai.
“Ar… loe ga mo wawancara? tanya Deva
sang gitaris.
“Hhm… gimana kalo kita bikin
perjanjian?” Arya mulai berbicara.
“Perjanjian? Perjanjian apa Ar?” tanya
Dika sang bassist.
“Untuk membuktikan, apakah betul
mereka teman seperjuangannya The April.
Gimana, kalo salah satu dari mereka menyanyikan lagu karya kita?” saran Arya.
“Wuiihhh… keren juga tuh!” semangat
Ery.
Nasya dan Rina pun saling berpandangan,
Rina hanya bisa bingung sebab kalau mereka tidak memenuhi permintaan The April
maka wawancara pun dibatalkan. Apa lagi Rina tidak memiliki suara indah seperti
penyanyi.
“Gimana, Sya? loe mau ga nyanyi dihadapan
kami semua untuk ngebuktiin, kalo loe
hapal lagu-lagunya The April?” tantang Arya serius tapi dalam hatinya Ia
tersenyum bahagia karena Arya tahu bahwa Nasya bisa nyanyi.
“Lalu, setelah itu?” Nasya bicara
seperti menantang balik pernyataan Arya.
“Hhm… setelah itu. Kalo loe nyanyi
dan hapal lagu The April, loe bisa wawancara kami khusus sesuai dengan
permintaan loe. Gimana teman-teman? Are You Ready!!!”
“Ready! Yeahhh…!” jawab semua
personil serentak bergaya rocker, menandakan bahwa mereka sepakat.
***************
Nasya pun berdiri dan mengambil
gitar akustik yang ada di atas panggung. Hal itu sempat membuat tanda tanya dipikiran
Rina dan personil The April. Apakah Nasya bisa main gitar juga???
Sekarang Nasya duduk tenang diposisinya
semula dan semua personil pun ikut duduk sambil melingkari Nasya yang saat itu
pegang gitar.
Jreeeeeeennnggggggg…!!!
Entah kenapa tiba-tiba hati Arya
bergetar. Padahal Nasya belum memulai bernyanyi dan sekarang tanpa sengaja Arya
duduk berseberangan dengan Nasya melihat langsung sosok wajah Nasya yang
terlihat cantik menggunakan kerudung berwarna biru dan hati Arya pun berdesir
kembali.
Kunci gitar pun perlahan berhasil
Nasya kuasai. Seketika tebakan The April pun benar ternyata Nasya akan
menyanyikan lagu ‘Mars dan Venus’
yang berapa menit lalu juga dinyanyikan oleh Arya. Suasanapun makin
menggetarkan, begitupun dengan personil The April yang penasaran dengan suara
Nasya.
Ya… aku memang tak pernah kau
harapkan
Tapi aku akan selamanya
menginginkanmu
………….
Jadi biarkan… saja kita…
Terlihat layaknya Mars dan Venus
Menerima kekurangan dan hargai
kelebihan
(The April, Mars dan Venus)
***************
Kali ini, giliran personil The April
terdiam mematung dan terkesima mendengar suara Nasya saat bernyanyi.
“Subhanallah”
ucap Arya dalam hati.
Mereka tidak menyangka ternyata
suara Nasya terdengar indah dan sempurna, semua personil pun jadi penasaran
dengan sosok perempuan berkerudung biru yang ada dihadapan mereka.
Nasya tersenyum puas karena telah
memenuhi permintaan The April, sekarang giliran The April memenuhi permintaan
Nasya. Semua pertanyaan, foto bareng serta profil pribadi langsung dari The
April sudah Nasya rekam dan catat. Meskipun semua personil juga ingin tahu
tentang Nasya. Tapi, itu tidak mungkin karena mereka sudah berjanji akan
melakukan semua permintaan Nasya.
“Assalamu’alaikum!”
ucap Nasya lembut melangkah keluar café tersebut.
“Wa’alaikumsalam
wr.wb!” jawab mereka serentak.
Itulah kata terakhir pertemuan
mereka hari itu. Sangat indah, menggetarkan dan penuh rasa penasaran di hati
personil The April. Tiada henti Nasya mengucap syukur atas rahmat Tuhan yang diberikan kepadanya hari ini.
“Alhamdulillah”
lirih Nasya pelan.
***************
Kampus heboh besar karena pagi ini, dinding
kampus telah tertempel cover depan yang bergambar seluruh foto personil The
April yang beredar hari ini. Para mahasiswi berhamburan ke Kopma (Koperasi
Mahasiswa) serta ruang Redaksi koran kampus untuk membeli sebab, mereka penasaran
isi dikoran tersebut.
***************
“Ehem…ehem…cieee… sepertinya ada
yang lagi bahagia nih?” sindir Ika sambil duduk manis disamping Nasya yang
sedang santai membaca novel favoritnya ‘Nyanyian Bintang’
“Bintang”
Nasya jadi ingat ekspresi Arya
semalam saat melihat dirinya bernyanyi. Sungguh… wajah Arya sangat tampan dan
penuh gemintang. Tapi menurut Nasya, Arya itu seperti bintang yang sangat sulit
untuk digapai karena keberadaannya yang jauh.
“Jadi ceritanya… kemaren ketemu mas
Arya secara langsung nih?” goda Ika sambil menyikut tangan Nasya.
Nasya hanya tersenyum saat digoda
oleh sahabatnya sebab, hanya Ika yang tahu perasaan hati Nasya yang sejak awal
kuliah sudah menyukai Arya. Tapi, lagi-lagi Nasya selalu menampik semuanya
bahwa Arya hanya seperti Bintang bagi Nasya yang sangat sulit untuk digapai.
***************
“Assalamu’alaikum!”
sapa Nasya saat masuk warung bu Halimah dengan semangat.
“Wa’alaikumsalam,
Nasya sayang!” sambut bu Halimah senang. “Mau ngambil titipan Bunda ya?”
Nasya mengangguk karena tadi pagi
Nasya sudah SMS kalau Bunda ingin makan gangan/sayur nangka beserta ikan bakar buatan
bu Halimah. Namun, tanpa Nasya sadari di bagian kursi pengunjung ada sepasang
mata yang melihatnya terkejut. Setelah Nasya pergi, akhirnya pengunjung
tersebut mulai bicara.
“Bu Halimah kenal ya sama Nasya?” tanya
seorang pengunjung.
“Iya, mas Arya!” jawab bu Halimah
semangat. “Malahan kenal baik, sudah seperti anak saya sendiri. Nasya dan Ika
sahabatnya sejak SMA sering mampir ke warung ibu!”
Pengunjung itu bernama Arya
vokalistnya The April serta langganannya warung bu Halimah juga.
“Kalo sampai dua orang sahabat itu
ketemu gue di warung ini, gue pasti bakal malu dan diledekin mereka!” kata Arya
dalam hati mulai gelisah. “jangan-jangan nanti malah dimuat di koran kampus.”
Arya pun langsung membayar dan pergi
dari warung tersebut walaupun bu Halimah melihat ada sedikit keanehan yang ditampakkan
diwajahnya Arya. Tapi, bu Halimah pun hanya diam dan tersenyum.
Arya tidak menyangka ternyata Nasya
dan sahabatnya sangat akrab dengan bu Halimah. Apakah kejadian tempo hari di Mall juga diceritakan Nasya pada bu Halimah? Gimana seandainya kalau bu Halimah
tahu bahwa laki-laki yang pernah bertengkar dengan mereka dulu adalah Arya.
Padahal bu Halimah juga sangat kenal dengan Mamanya. Seandainya, Mamanya tahu
bahwa Arya pernah bersikap tidak sopan terhadap perempuan pasti Mamanya bakal
marah besar kepadanya.
Sejatinya Arya itu sosok yang baik
dan lembut terhadap perempuan dan Mamanya setiap hari selalu mengingatkannya
jangan pernah sedikitpun menyakiti perasaan perempuan karena jika Ia membuat
seorang perempuan menangis, maka setiap langkah laki-laki tersebut dikutuk
oleh para malaikat.
Wanita itu di ciptakan dari tulang rusuk, agar mereka
dekat dengan hati untuk di kasihi, dekat dengan lengan untuk di lindungi. Mereka
tidak di ciptakan dari tulang kaki untuk diinjak-injak, tidak pula di ciptakan dari
tulang kepala untuk disanjung-sanjung.
“Sesungguhnya
wanita di ciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus untukmu di atas satu
jalan. Bila engkau ingin bernikmat-nikmat dengannya maka engkau
bisa bernikmat-nikmat dengannya namun padanya ada kebengkokan. Jika engkau
memaksa untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya. Dan pecahnya adalah talaknya.” (HR. Muslim)
Saiyidinna
Ali bin Abi Thalib berkata : Jika seorang wanita menangis karena di sakiti oleh
pria, maka setiap langkah pria tersebut di kutuk oleh malaikat.
Kejadian
saat di Mall itupun, Arya marah tidak sengaja sehingga melampiaskan kekesalannya
pada Nasya dan Ika. Penyesalan memang selalu datang terlambat.
***************
“Selamat ya, Dek. Liputan kamu
kemarin berhasil dengan sukses!” ucap mas Andy sambil memberikan minuman
mineral.
“Alhamdulillah,
terima kasih. Semua karena support serta do’anya mas dan teman-teman!”
“Ga nyangka, kamu punya bakat juga
ya jadi wartawan!” puji mas Andy.
“Biasa saja mas, namanya juga baru
belajar. Tapi, kalo boleh milih… saya mau fokus nulis aja ketimbang jadi
wartawan!”
“Kenapa, Sya? Padahal itukan peluang
yang menjanjikan lho!”
Nasya pun hanya menjawab dengan
tersenyum, kemudian meminta izin untuk pergi mencari Ika yang sedang nongkrong
di taman. Selain itu, Nasya juga tidak mau terjadi fitnah diantara mereka
berdua sebab suasana kampus sudah mulai lengang karena perkuliahan sudah
selesai dan tanpa mereka sadari sepasang mata memperhatikan mereka dengan
perasaan cemburu.
***************
Sepertinya Ika mencium gerak gerik
yang mulai mencurigakan dari sikap mas Andy, kakak tingkat mereka berdua yang
sekarang jadi Asisten Dosen di kampus. Apakah pikiran Ika benar bahwa selama
ini mas Andy menyukai Nasya?
Perdebatan pendapat terjadi di taman
tersebut. Meskipun Nasya bersikeras bahwa semua itu tidak mungkin. Tapi, ada
beberapa hal yang menjawab segala kemungkinan tersebut. Ika mencoba
mengingatkan kembali kejadian-kejadian yang pernah mas Andy lakukan terhadap
Nasya. Saat Nasya ultah mas Andy yang paling semangat ngasih kejutan, saat
Nasya memerlukan beberapa referensi untuk bahan skripsinya. Mas Andy lah yang
paling sering membantu. Entah mungkin masih banyak jasa yang mas Andy lakukan
terhadap Nasya tanpa disadari. Hal itulah yang jadi beban pikirannya saat ini.
Bagaimana Nasya bisa membalas jasa semua kebaikan mas Andy, padahal selama ini Nasya
hanya menganggap mas Andy sebagai kakak tidak pernah lebih. Dan sepasang mata
itupun tersenyum mendengar pernyataan dari mulut Nasya.
***************
“Assalamu’alaikum!”
sapa seorang laki-laki menghampiri kedua sahabat itu yang sedang nongkrong di
taman kampus.
“Wa’alaikumsalam
wr.wb!” jawab mereka berdua terkejut saat melihat sosok laki-laki tinggi
tegap yang menggunakan topi untuk menutupi wajahnya.
“Maaf, apa aku telah mengganggu
pembicaraan kalian?” tanya laki-laki itu lembut.
Nasya dan Ika hanya saling pandang.
Entah ada maksud apa laki-laki itu menghampiri mereka berdua. Apa masih ada hubungannya
dengan kejadian di Mall? Namun rasa takut tidak terlihat di diri kedua sahabat
itu karena laki-laki itu tidak mungkin macam-macam di kampus.
“Oya, tujuanku kesini sebenarnya
untuk minta maaf kepada kalian berdua atas kejadian tempo hari di Mall. Saat
itu aku lagi ada masalah dan tanpa sengaja melampiaskannya kepada kalian.
Sekali lagi aku minta maaf!” ucap laki-laki itu tulus sambil menundukkan
wajahnya.
“Kami berdua, sudah memaafkan mas
Arya!” jawab Nasya jadi merasa segan, apa yang Arya lakukan barusan sangat
lembut dan sopan.
“Hhm… gimana, sebagai permintaan
maaf aku. Hari ini kalian aku traktir makan soto banjar?” saran Arya tersenyum
tulus.
Kedua sahabat itu sempat bingung
dengan perbuatan Arya. Tapi, karena niatnya tulus minta maaf merekapun
mengiyakan.
Tanpa sengaja, merekapun saling
bertukar cerita satu sama lain. Arya menceritakan perjalanannya dulu saat jadi
mahasiswa sama seperti Nasya dan Ika serta perjalanan karirnya ngeband bersama
The April yang sudah terbentuk saat Arya masih kuliah. Begitupun dengan Nasya
yang memang suka nyanyi sejak kecil. Tapi, cerita tentang perasaaannya terhadap
Arya tetap tersimpan di dasar lubuk hatinya yang paling dalam. Tanpa sengaja
mereka bertiga nyambung bicara dan terlihat sangat akrab, walaupun tetap pada
batasan-batasan sesuai Syariat Agama mereka.
***************
“Nasya, sayanggg… mau ga temenin Bunda
ke warung ibu Halimah sebentar?” pinta bunda sambil duduk di dekat Nasya yang
sedang mengetik tambahan referensi skripsinya.
“Harus sekarang ya Bund…?” apa ga
bisa ditunda?”
“Iya sayang. Tapi, bila Nasya sibuk
biar Bunda pergi sendirian juga gapapa!” ucap bunda sambil berdiri.
“Eitzzzz… Iya deh Nasya temenin,
asal jangan ngambek yaa?” jawab Nasya langsung berdiri sambil megang tangan
bunda.
Senyum pun terukir indah oleh ibu
dan anak. Skuter Nasya berjalan dengan pelan menuju warung bu Halimah, teman Bundanya
sejak kecil. Sampai di warung ternyata banyak pengunjung sehingga bu Halimah
pun sempat kerepotan. Beruntung Galuh dan Anang anak beliau turut membantu tiap
kali pulang sekolah.
Ibu Halimah menyambut baik kedatangan
mereka berdua. Sambil menunggu Bunda, Nasya pun ikut membantu. Saat seseorang
mau membayar makanan tanpa sengaja Nasya bertemu sosok laki-laki yang dikenalnya.
“Mas Arya!” panggil Nasya pelan.
“sering makan disini juga ya?”
Arya pun menjawab hanya mengangguk
sambil tersenyum dan kemudian mengucapkan salam karena Ia sudah ada janji sama
teman-teman bandnya. Tapi, saat Arya keluar dan mengambil motor boilnya.
Tiba-tiba bu Halimah memanggilnya dan menyuruh ke tempat beliau yang sedang
duduk berdua bersama Bunda disamping warung.
Bu Halimah memperkenalkan kepada
Bunda bahwa Arya ini anaknya bu Yati teman mereka waktu SMA yang dulu kuliah di
Yogya. Pertemuan yang sangat mengharukan dan itu adalah awal saksi sejarah
hidup anak-anak mereka ‘ Nasya dan Arya’
***************
Dua insan itu sedang di landa
kebahagiaan, ketika mereka berdua mengetahui sebuah kenyataan dan takdir masa
lalu yang sempat tertunda bahwa Ibu mereka dulu pernah berjanji untuk
menjodohkan anak mereka kelak bila sudah berkeluarga. Namun, saat ini Nasya hanya
bisa pasrah dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan sebab, soal jodoh DIA-lah
yang menentukan segalanya.
***************
“Selamat anakku, Nasya. Sebentar lagi kamu
akan di wisuda. Semoga ilmumu berguna dan bermanfaat kelak untuk hidupmu!” Ibu
Tyas dosen pembimbing Nasya menjabat erat kemudian memeluknya.
“Terima kasih banyak Bu, semua tidak
lepas berkat bantuan dan do’a Ibu!”
*****************
Hari bahagia pun disambut meriah
oleh para wisudawan dan wisudawati di gedung terbesar di kampus dan senyum serta
tawa gembira menghiasi tempat itu. Begitupun dengan Nasya dan Ika sahabatnya
turut serta dalam kebahagiaan itu dan tak lupa merekapun mendokumentasikan hari
bersejarah bagi mereka semua. Ucapan selamat dan pelukan tidak lepas dari para
sahabat, teman dan keluarga karena perjuangan mereka sudah berakhir serta
membuka kembali perjuangan baru untuk mereka semua menuju arah masa depan.
“Yeeeeaaahhhhhhhh….!!!” teriak
mereka semua sambil melemparkan toga yang terpasang di kepala mereka bergaya
seperti iklan dalam televisi.
“Nasya, selamat ya!” ucap Arya
menghampiri sambil membawa setangkai bunga.
Pemandangan yang sangat romantis,
beberapa pasang mata pun memperhatikan dengan perasaan kagum dan para
pengganggu pun siap untuk menghancurkan keromantisan mereka.
Ehem… ehem…!!!
Uhukkk… uhukkk…!!!
Huacieeennnnnn…!!!
Teman-teman Nasya menyahut secara
bergantian sehingga hanya tawa yang menghiasi kejadian itu. Tapi, di sudut lain
ada hati yang terluka ketika menyaksikan kebahagiaan Nasya dan Arya. Namun,
hatinya berusaha untuk ikhlas dan sabar melepas kepergian Nasya demi orang yang
di cintai. Laki-laki itu adalah mas Andy.
***************
Malam ini akan ada saksi sejarah
menyatunya dua insan manusia yang mengikat janji sehidup semati dengan niatan
melengkapi setengah dien (agama) mereka untuk membangun keluarga yang Sakinah
Mawaddah Warahmah sebab, malam ini ‘Arya Pranansa’ dan keluarga berencana menta’aruf
seorang perempuan yang Insya Allah
shalihah untuk menjadi Bidadarinya kelak di dunia dan akhirat serta menemani
berlayar di samudera-Nya. Sebelumnya Arya tahu bahwa Nasya adalah perempuan
yang tidak menyetujui adanya pacaran, makanya Arya mantap untuk menikahi Nasya. “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji,
dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra: 32)
Di pertemuan itupun mendapatkan
keputusan rencana pernikahan mereka kelak yang Insya Allah akan di selenggarakan sekitar satu tahun lagi mengingat
Nasya seorang pegawai baru di sebuah perusahaan dan lebih mempersiapkan
kemantapan hati mereka berdua untuk melangkah ke jenjang pernikahan serta lebih
mengenal karakter mereka berdua. Tapi, tetap bukan dengan cara pacaran. Hal itu
yang selalu ditekankan Nasya agar perasaan hati dan cinta mereka tidak ternoda
oleh perasaan yang belum halal sebelum waktunya dan Insya Allah akan tetap suci hingga waktunya tiba. Subhanallah, seandainya semua anak muda
berpikiran seperti Nasya betapa indahnya dunia.
***************
Alunan syair lagu yang indah itu
terdengar merdu dari DVD player sang pemilik kamar :
Aku
telah menemukan seseorang yang mampu,
Melemahkan
sekaligus… dapat menenangkanku…
Namun
sayang, dia tidak di sini…
Jadi
tunggu saja nanti… beberapa tahun lagi
Aku
akan datang dan memilikinya
Takkan
ada seseorang yang lebih layak
Untuk
Mencintaiku… jadi, mungkin saja dirinya
Adalah
Kekasih di Masa Depan!!!
(The
April, kekasih di masa depan)
Specially dedicated for :
The April end TemanSeperjuanganTheApril
Banjarbaru, 2012